Mancanegara

Pengamat: Tidak Ada Keinginan AS dan Iran Terjerumus Pada Konflik Militer

Mencermati Babak Baru Perang Non-Konvensional AS-Iran
Jenderal Qassem Soleimani.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Analis Konflik dan Keamanan, Alto Luger mengatakan Amerika Serikat dan Iran tidak ada keinginan untuk meningkatkan eskalasi militer pasca terbunuhnya Jenderal Qassem Soleimani.

“Baik Amerika Serikat maupun Iran terlihat tidak punya appetite atau keinginan untuk meningkatkan eskalasi militer pasca terbunuhnya Qasim Suleimani,” kata Alto kepada redaksi, Jakarta, Minggu (12/1/2020).

“Pemerintah Iran yang cukup kaget dengan kematian Qasim diperhadapkan pada sebuah dilema antara tidak membalas secara cepat, tapi kehilangan wibawa atau membalas tapi meningkatkan resiko diserang secara tidak proporsional oleh militer Amerika Serikat,” sambung dia.

Alto mengungkapkan Iran memilih untuk melakukan serangan yang tidak menimbulkan korban jiwa dari personil AS. Hal ini, katanya, menunjukkan bahwa serangan yang dilakukan oleh Garda Revolusi Iran adalah serangan untuk menjaga wibawa mereka sekaligus de-eskalasi tensi.

“Hal ini terbukti dengan langkah Presiden Trump untuk menurunkan eskalasi, dan tidak memutuskan membalas,” tuturnya.

Ditanya apakah insiden pembunuhan Qassem Soleimani akan merubah kebijakan AS di Timur Tengah baik secara militer maupun diplomasi, Alter mengatakan tidak akan ada perubahan.

Baca Juga:  Inggris Memasuki Perekonomian 'Mode Perang'

“Bagi Amerika, kebijakan Luar Negeri AS, khususnya kebijakan militer dan diplomasi itu tidak akan berubah. Bahkan, dengan terbunuhnya Qasim, negara-negara maupun non-state actors akan mengerti bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Trump, postur militer AS yang agresif itu telah kembali. Mereka tentu tidak akan main-main. Hal ini sangat kontras dengan saat di mana Obama menjadi Presiden, yang cenderung dianggap lunak,” terangnya.

Dia menambahkan, di Iran sendiri pasca mereka mengakui bahwa Pesawat Ukrainian Airlines Flight 752 jatuh karena ditembak oleh mereka, pemerintah Iran sekarang sedang melakukan damage control. Momen kemarahan rakyat Iran ini cukup mengganggu upaya-upaya balas dendam secara asimetrik yang menjadi opsi mereka. Misalnya dengan melakukan serangan teror ke kepentingan AS di luar negeri.

“AS sendiri menikmati meningkatnya pasar saham mereka pasca insiden terbaru ini. Jadi, apa yang dilakukan oleh Presiden Trump, walaupun di luar kebiasaan pola diplomasi antar negara yang biasa kita kenal, ternyata manjur untuk meningkatkan bargaining AS di mata dunia internasional, dan juga meningkatkan perekonomian mereka,” terangnya. (eda)

Related Posts

1 of 3,068