Politik

Pengamat: Sikap Trump Pada Cina Wajar

NUSANTARANEWS.CO – Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump tengah jadi sorotan tajam dunia internasional. Hal ini tentu tak lepas dari sikap Trump yang berseberangan dengan ide umum dalam menyikapi berbagai persoalan dunia di bidang politik, hukum, ekonomi, perdagangan, hingga soal pertahanan.

Trump dengan semboyan politiknya ‘American First’ hendak mengukuhkan kejayaan dan pengaruh Amerika Serikat di mata dunia. Menurut pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati, apa yang dilakukan Presiden Trump sebagai suatu kewajaran mengingat memang ada suatu keharusan bagi dirinya untuk mewaspadai Cina.

“Apa yang dilakukan Presiden Trump saya rasa hal wajar di mana ingin menguatkan kejayaan negaranya. Trump tentu melihat ada hal yang perlu diwaspadai dari Cina, baik dari sisi intelijen, pertahanan militer, ekonomi maupun sosial negara. Makanya dia menyerukan America First,” terang wanita yang akrab disapa mbak Nuning ini kepada redaksi di Jakarta, Rabu (25/1/2017).

Sejauh ini, Trump bersikap tegas atau bahkan keras kepada Cina. Terutama hal-hal yang menyangkut tentang perekonomian, perdagangan dan pertahanan militer. Di bidang ekonomi dan perdagangan, Trump kritis terhadap ide dan gagasan Cina terkait perdagangan bebas dan globalisasi. Cina tengah mendorong negara-negara di dunia untuk memberlakukan globalisasi inklusif yang dinilai sebagai jawaban serta solusi atas permasalahan perekonomian global.

Baca Juga:  Bagaimana Strategi Angkatan Laut Cina Mengungkap Kebohongan Sinofobia Amerika Selama Beberapa Dekade

Dalam pandangan Trump, retorika Cina tentang globalisasi inklusif bertolak belakang dengan kondisi internal Negeri Tirai Bambu sendiri. Cina, dinilai Trump justru bersikap tidak terbuka dan tidak transparan dalam perdagangan dan investasi. Bahkan sejumlah kebijakan pemerintahan Presiden Xi Jinping ditemukan telah mempersulit perusahaan-perusahaan asing untuk berinvestasi di Cina. Perusahaan-perusahaan asing di Cina dipaksa untuk mengurangi kapasitas produksinya dan harus bekerjasama dengan perusahaan-perusahan lokal. Akibatnya, perusahaan-perusahaan asing di Cina kesulitan untuk bersaing dan mengembangkan usahanya. Padahal selama ini, investasi asing di Cina telah membantu pertumbuhan ekonomi negara komunis tersebut.

Begitu pula halnya di bidang pertahanan militer. AS berang dengan sikap Cina yang hendak memblokade Laut Cina Selatan. Terutama kepulauan Spratly yang masih dalam status sengketa. Cina juga diketahui telah mengerahkan militernya di Laut Cina Selatan agar tak direcoki negara-negara lainnya, termasuk Amerika Serikat. Dan baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Cina, Hua Chunyin mengeluarkan peringatan keras kepada AS karena dinilai ikut campur terlalu jauh perihal kepemilikan kepulauan Spratly. Hua menegaskan tak ada sengketa di pulau tersebut karena sudah jadi milik Cina.

Baca Juga:  PKS Jatim Matangkan Penjaringan Calon Kepala Daerah

Hebatnya, Cina dalam beberapa tahun terakhir gencar mengkonsolidasikan negara-negara di dunia untuk melawan AS. Dengan berbagai isu strategis, Cina tampaknya berhasil membius sejumlah pemimpin negara untuk bergabung ke dalam komunitas masa depan senasib yang dibangun untuk mengintegrasikan jalur perekonomian dunia. Negeri Tirai Bambu amat berkepentingan membuat semacam koridor perdagangan yang akan mengintergasikan sedikitnya 60 negara di dunia guna membangun jalur logistik dari negara itu ke negara lainnya. Melalui program Jalur Sutra Maritim Abad 21 dan skema One Belt One Road, Cina hendak menjadikan 60 negara tersebut konsumen produk-produk Tiongkok untuk selama-lamanya. (Sego/Er)

Related Posts

1 of 465