NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Isu soal utang pemeritahan Joko Widodo terus menjadi sorotan. Dalam rentang waktu 2,5 tahun memerintah, Jokowi telah berhasil menambah jumlah utang pemerintah sebesar Rp 1.062 triliun. Rinciannya, pada 2015 bertambah Rp 556,3 triliun dan 2016 bertambah Rp 320,3 triliun, 2017?
Dari data Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah di akhir 2014 adalah Rp 2.604,93 triliun, dan naik hingga posisi di akhir April 2017 menjadi Rp 3.667,41 triliun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko dari Kementerian Keuangan, total utang pemerintah hingga pertengahan tahun 2017 mencapai Rp 3.706,52 triliun. Utang tersebut, naik Rp 34,19 triliun dibandingkan utang Mei 2017.
Pemerintah berkilah, utang tersebut bukan terjadi di era kepemimpinan Jokowi. Lalu bagaimana utang luar negeri pemerintah?
Menurut pernyataan resmi Bank Indonesia (BI) dalam Statistik Utang Luar Negeri pe Mei 2017, utang luar negeri Indonesia meningkat secara tahunan sebesar 5,5 persen (year on year) menjadi 333,6 miliar dolar AS pada Mei 2017, menyusul menanjaknya utang publik sebesar 11,8 persen (year on year) menjadi 168,4 miliar dolar AS. Dengan meningkatnya utang publik atau yang terdiri dari utang pemerintah ditambah utang bank sentral, maka porsi utang publik menjadi 50,5 persen dari total Utang Luar Negeri (ULN). Menurut Statistik BI, terdiri dari utang pemerintah sebesar 164,3 miliar dolar AS dan utang bank sentral sebesar 4 miliar dolar AS.
Ketika ULN meningkat, utang swasta menurun 0,1 persen (year on year) menjadi 165,2 milair dolar AS atau 49,5 persen dari total ULN.
Sejak Jokowi menjadi presiden pada kwartal IV tahun 2014 ada yang aneh dengan prilaku sektor swata Indonesia. Keanehan ini belum pernah terjadi dalam situasi normal sepanjang sejarah Indonesia.
Apa itu? Swasta tidak lagi doyan utang. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan utang luar negeri swasta menurun. Tadinya utang luar negeri swasta melebihi utang luar negeri pemerintah, sekarang utang luar negeri swasta tertinggal di belakang utang luar negeri pemerintah.
“Sejak pemerintahan Jokowi, utang luar negeri pemerintah sampai dengan Bulan Maret 2017 mencapai Rp 1.664,52 miliar dolar (AS). Utang ini meningkat sejak kwartal I 2014 sebesar 36,71 miliar dolar atau sebesar Rp 477,31 triliun (kurs 13.000). Sementara utang luar negeri swasta sampai kwartal I 2017 sebesar 1.598,90 miliar dolar dan dalam kurun waktu yang sama atau sejak Jokowi berkuasa utang luar negeri swasta menurun Rp 48,11 triliun. Ini adalah penomena yang sungguh aneh, muncul pertanyaan; apakah swasta sudah kebanyakan utang luar negeri? Apakah swasta sudah tidak dipercaya lagi oleh pasar keuangan internasional? Bagi swasta, di era sekarang tidak bisa dapat utang berarti keadaan keuangan perusahaan sangat buruk,” kata pengamat ekonomi Salamuddin Daeng, Jakarta, Jumat (11/8/2017).
“Atau sedang terjadi skenario gawat, pemerintah didorong untuk mengambil utang luar negeri banyak-banyak untuk dibagikan ke swata agar mereka bisa membayar utang luar negeri swasta yang memang sudah besar?,” tambahnya.
Ia melanjutkan, jika skenario itu benar berat sama halnya ini dengan tindakan perampokan negara yang sangat licin. Lebih licin dari skandal BLBI. Ini berarti negara sedang menalangi utang luar negeri swasta. “Negara tengah dalam proses dibangkrutkan,” cetusnya.
“Pertanyaan selanjutnya mengapa swasta, oligarki dan para taipan ini ingin dan senang negara ini bangkrut? Bukankah ini negara mereka juga?,” tutupnya. (ed)
Editor: Eriec Dieda