Politik

Penerapan Pasal Penghinaan Presiden Disebut Sebagai Kemunduran

Presiden Jokowi Diminta Tidak Diam Soal Rencana Revisi UU KPK. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Romadhon)
Penerapan Pasal Penghinaan Presiden Disebut Sebagai Kemunduran. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Romadhon)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Penasehat Presedium Nasional MPPI, Bambang Wiwoho menilai hukuman pidana pada poin Pasal 218 ayat 1 tentang penghinaan presiden di draf RUU KUHP disebut sebagai kemunduran.

Sebab, pasal itu sejak runtuhnya Orde Baru pernah dicabut dan kini dikembalikan lagi. Menurut dia langkah yang tepat adalah bagi siapapun menghina orang di depan umum dapat dijerat hukuman pidana,  bukan hanya presiden saja.

“Saya kira itu (pasal penghinaan presiden) kemunduran. (Yang tepat) siapa pun yang menghina seseorang bisa diperkarakan itu saya setuju, tapi tidak perlu pasal presiden,” kata Bambang di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (19/9).

Dirinya menegaskan bahwa bagi siapapun yang menghina seseorang di depan umum dapat dituntut oleh hukum. Artinya tidak perlu membuat pasal khusus penghinaan presiden dengan simbol negara.

“Menurut saya gak perlu lah pasal penghinaan presiden itu,” jelasnya.

Sebagai informasi, pada Pasal 218 ayat 1 dalam draf RUU KUHP menyebutkan bahwa “Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Baca Juga:  Dikenal Masyarakat dan Unggul Survei, Makmullah Harun Berpeluang Lolos di Pileg 2024

Pewarta: Romadhon

Related Posts

1 of 3,050