MEREKA kehabisan bahan untuk menyerang Prabowo Subianto. Sekali mem-bully, seperti koor dan orchestra yang memainkan lagu sumbang karena mereka tidak menguasai memainkan instrumen masing-masing.
Fitnah Prabowo dipecat dari ABRI sudah tidak laku. Nyatanya, Prabowo masih menggunakan kepangkatan di depan namanya. Bahkan, masih terus diundang setiap tahun pada acara ulang tahun Kopassus, pasukan elite yang di dalamnya Prabowo punya andil mengembangkannya. Pernyataan Presiden Habibie juga meluruskan masalah ini, bahwa Prabowo diberhentikan dengan hormat.
Fitnah tentang penculikan juga sudah bau busuk. Sehingga masyarakat juga ogah mendengarnya. Masalah ini clear karena orang-orang yang katanya diculik ternyata sejak lama bergabung bersamanya di Partai Gerindra.
Fitnah pelanggaran HAM juga omong kosong dan bualan orang jalanan yang tidak pernah ada buktinya. Ketika Prabowo menjadi cawapres Megawati 2009 lalu, masalah ini tidak muncul. Demikian pula ketika Prabowo mengikuti konvensi capres Partai Golkar tahun 2004 silam.
Jika memang punya bukti, tentu mereka dengan semangat akan mengajukan kasus ini ke pengadilan. Bukankah selama 4 tahun ini Jaksa, Polisi berada di bawah pemerintahan mereka?
Fitnah keji bahwa Prabowo itu psikopat sudah tidak laku dan menjadi barang busuk. Nyatanya, Prabowo lulus tes pencapresan. Dan hebatnya, Prabowo diundang untuk bicara di banyak forum internasional dan memaparkan pokok pikirannya secara jernih dan ilmiah.
Semua pernyataan Prabowo digoreng dijadikan bahan untuk mem-bully, justru gorengan mereka membakar diri mereka sendiri. Ketumpahan minyak panas!
Ketika Prabowo diundang oleh The Economist untuk berbicara pada Gala Dinner dengan tema The World in 2019 yang terbayang adalah sebuah pengakuan luar biasa dari dunia internasional terhadap kemampuan dan kompetensi seorang Prabowo.
The Economist merupakan majalah mingguan bergengsi dengan analisanya yang tajam, menjadi bacaan dan rujukan bagi para petinggi negara dan petinggi perusahaan multinasional di seluruh dunia.
Forum menjelang tutup tahun yang diselenggarakan majalah ini dihadiri oleh figur-figur terkemuka internasional, baik kalangan usahawan, politisi dan kalangan perguruan tinggi terkemuka. Ini pengakuan yg luar biasa.
Seandainya Prabowo dan Jokowi, duanya diundang di Forum Gala Dinner The Economist tersebut, dan masing-masing diminta bicara memaparkan pemikirannya. Apa yang akan terjadi?
Yang terpikir adalah masa kampanye yang masih 4 bulan ini selesai sudah. Rakyat tidak perlu lagi ada kampanye capres dan cawapres. Rakyat langsung tahu siapa capres-cawapres yang harus dipilihnya. Mengapa demikian?
Forum di luar negeri adalah forum netral yang dapat menguji dan membedah pemikiran setiap pembicara yang tampil. Saat itulah langsung tampak kemampuan dan kompetensi pembicara. Berbeda dengan forum debat capres-cawapres yang diselenggarakan oleh KPU.
Oleh: Darby Jusbar Salim, NKS Consultant