Politik

PBNU: Selamat Datang KUHP Indonesia, Sayonara KUHP Warisan Belanda

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Ucok)
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Ucok)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU, Robikin Emhas menilai bahwa Indonesia patut bersukur. Sebab dengan segala kelebihan dan kekurangannya RUU KUHP karya anak bangsa akan disahkan sebagai UU dalam paripurna DPR.

“Saya ucapkan selamat datang KUHP Indonesia dan sayonara KUHP warisan Belanda. KUHP yang secara politik hukum tidak mengabadi kepada tujuan nasional (Indoneisa) dan merupakan tameng kekuasaan,” kata Robikin, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Seperti dimaklumi, lanjut Robikin, konsep penggantian KUHP sudah dirancang sejak tahun 1968.

“Meskipun RUU KUHP yang akan disahkan ini dirasa masih terdapat kekurangan, namun jauh lebih baik dibanding KUHP kolonial yang berlaku saat ini,” ujarnya.

Mengapa?, tanya Robikin, karena RUU KUHP ini lahir dari rahim bumi nusantara. Ruhnya bersumber dari nilai Ketuhanan YME sebagaimana sila Pancasila. Itulah mengapa perzinahan tidak diredusir maknanya.

Kalau sebelumnya, sambungnya, zina hanya didefinisikan sebagai hubungan badan laki-laki dan perempuan yang salah satu atau kedua-duanya terikat pernikahan, maka dalam KUHP yang lahir dari rahim bumi pertiwi ini pengertian zina senafas dengan nilai agama yang dianut masyarakat Indonesia,

Baca Juga:  MADN Minta Prabowo Akomodir Perwakilan Dayak di Kabinet

“Saya juga berharap RUU PKS dapat segera didok dan selanjutnya disahkan dalam paripurna DPR September ini,” harapnya.

Bagi dia, tidak ada yang sempurna dalam hidup. Menghindarkan kemudharatan lebih luas dan mengambil pilihan lebih baik dari yang ada pada situasinya adalah hal yang baik

“Terhadap RUU KUHP dan RUU PKS, pandangan saya sama. Kalau dirasa masih terdapat ayat atau pasal tertentu yang menganjal, mari kita sempurnakan melalui mekanisme konstitusional yang ada, review melalui gugatan di MK untuk dilakukan tafsir konstitusional,” tandasnya. (nn)

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,151