Hukum

PBNU: Mengatakan Suara Adzan Terlalu Keras Bukan Penistaan Agama

H Robikhin Emhas saat acara Focus Discussing Group di Gedung PBNU, Kramat Raya selasa (24/10/2017). Foto Panitia FGD/ NusantaraNews
H Robikin Emhas saat acara Focus Discussing Group di Gedung PBNU, Kramat Raya, Selasa (24/10/2017). (Foto Dok. Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan Robikin Emhas menilai ‘mengatakan suara adzan terlalu keras’ bukan termasuk kategori penistaan agama, khususnya Islam.

“Mengatakan suara adzan terlalu keras menurut pendapat saya bukan penistaan agama. Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat,” kata Robikin melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Pasal 156 KUHP berbunyi, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500″.

Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca Juga:  Komplotan Oknum Koruptor di PWI Segera Dilaporkan ke APH, Wilson Lalengke Minta Hendry dan Sayid Dicekal

Seperti dimaklumi, lahirnya pasal penodaan agama antara lain untuk menjaga harmoni sosial yang disebabkan karena perbedaan golongan atau perbedaan agama atau keyakinan yang dianut.

“Saya tidak melihat ungkapan ‘suara adzan terlalu keras’ sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu. Sebagai muslim, pendapat seperti itu sewajarnya kita tempatkan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural,” jelas Robikin. (eda/myp)

Editor: M Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,075