Hankam

Pasca KRI Bung Tomo 357 Digertak, Armada Tempur TNI AL Mesti Dikuatkan

Kepal Selam Indonesia saat berpatroli di perairan Natuna. (FOTO: Dok. Beritasatu)
Kepal Selam Indonesia saat berpatroli di perairan Natuna. (FOTO: Dok. Beritasatu)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Analis Pertahanan dan Alutsista TNI, Jagari Pane menilai, kebutuhan untuk mengisi tiga armada tempur TNI AL merupakan prioritas untuk segera dipenuhi. Menurutnya, Indonesia sekarang semestinya tidak lagi berpola pikir tidak memiliki musuh.

“sebenarnya kebutuhan untuk mengisi tiga armada tempur TNI AL adalah prioritas untuk segera dipenuhi. Tidak lagi berpola pikir kita tidak punya musuh. Lha memang kita tidak suka cari musuh, akan tetapi mencermati dinamika kawasan di sekitar kita boleh jadi setiap saat bisa tercipta musuh dengan sendirinya,” kata Jagari Pane seperti dikutip nusantaranews.co, dari situs pribadinya, Kamis (4/4/2019).

Baca Juga:

Contohnya, kata dia, belum lama ini, KRI Bung Tomo 357 baru saja digertak oleh dua kapal pengawas nelayan Vietnam, bahkan kapal KKP Hiu Macan sebelumnya juga harus mengalah dan melepaskan 4 kapal nelayan Vietnam di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Natuna Riau. Baru setelah KRI TOM 357 melepaskan tembakan peringatan, kapal pengawas nelayan Vietnam menjauh.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

“Contohnya ya itu tadi wong kapal setingkat pengawas nelayan Vietnam saja berani menggertak kapal perang kita yang dikomandani setingkat kolonel lho. Bagaimana kalau yang menggertak kapal Fregat Vietnam, bisa saja kan. Atau tiba-tiba kapal selam Kilo nya muncul dari dalam laut. Jadi kita tidak mencari musuh tetapi dalam lintas perjalanan pengawalan teritori bisa saja terjadi insiden dan musuh tercipta dalam waktu singkat,” paparnya.

Untung saja, kata dia, pangkalan militer Natuna sudah operasional sehingga 3 kapal perang Bung Tomo Class sudah ready for use di segala cuaca disana. Jadi cepat tanggap dengan rentang kendali jarak yang lebih pendek. “Meski begitu intensitas pelanggaran teritori laut ZEE kita terang-terangan dan lebih sering dimasuki kapal nelayan asing,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Jagarin, program pengadaan alutsista matra laut harus nomor satu yang paling diprioritaskan selain matra udara. “Kita kan negara maritim, negara yang halaman luasnya bernama perairan yang punya kekayaan sumber daya alam. Kehadiran armada kapal perang kita yang melakukan patroli laut adalah kewajiban yang harus ditunaikan sepanjang jam dan sepanjang hari,” hematnya.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Jagarin menyebutkan, sebaran pangkalan sudah diperbanyak. Lantamal-Lantamal sudah siap menampung kapal-kapal perang RI. Isiannya yang masih kurang. Saat ini jumlah kapal perang RI ada di kisaran 160-165 KRI berbagai jenis, separuhnya kapal tua. Untuk KRI Striking Force yang Indonesia miliki baru sampai pada tingkat Light Fregat. “Belum nendang jika berhadapan dengan negara di kawasan ini,” katanya.

Karena itu, lanjutnya, Martadinata Class perlu dilanjut, dari dua yang sudah dibangun paling tidak masih butuh 7 kapal perang lagi dari kelas ini. Kemudian pegadaan kapal perang jenis Destroyer sudah diulang-ulang disampaikan. Bahkan petinggi Kementerian Pertahanan sudah bolak balik mengincar Destroyer kelas Iver.

Akan tetapi, langkah tersebut, kata Jagarin, kurang tegap dan kurang cepat. “KRI Striking Force kita minimal harus ada kekuatan penggentarnya yaitu Destroyer. Memperbanyak KCR (Kapal Cepat Rudal) juga bagus sebagai kapal penyengat hit and run. Namun untuk mewibawakan teritori laut yang disekitarnya ada tumpang tindih klaim selayaknya kita harus mempercepat proyek Destroyer. Dalam lima tahun mendatang harus ada minimal 6 Destroyer lengkap dengan persenjataannya. Itu kalau mau disebut berwibawa,” jelasnya.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Jadi, kata Jagarin, proyek KCR dengan PT PAL jalankan terus, termasuk proyek PKR Martadinata Class lanjutkan. Dan mulailah dipercepat pengadaan kapal perang jenis Destroyer. Ini soal kecepatan pengambil keputusan, jalur koordinasi antar kementerian bisa diparalelkan. Kalau perlu dekati Presiden dan Parlemen. Jelaskan argumennya dengan kecerdasan.

“Soal ancaman nomor satu adalah bencana alam kita sudah sepakat. Tapi soal terciptanya musuh setiap saat kita juga harus cerdas dong menghadapinya. Salah satu bentuk kecerdasan itu ya dihadapi dengan kekuatan militer, mengerahkan kapal perang Striking Force yang sudah terisi dengn berbagai jenis persenjataannya,” tegas Jagarin.

Contoh paling dekat, sambungnya, adalah konflik India dan Pakistan, masing-masing punya kekuatan militer yang modern dan dua-duanya punya senjata nuklir. Dan dua-duanya jadi segan untuk memperbesar eskalasi konflik.

“Itulah salah satu kegunaan kalau punya militer yang kuat. Adu otot terukur dalam bingkai kecerdasan diplomasi. Lha kalau ototnya gak kuat diketawain dong sama yang menggertaknya. Jadi kuatkanlah sekuat tenaga,” tandasnya. (mys/nn).

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,156