Paradoks Pemerintahan Jokowi, HIPMI: Kementerian ESDM Gagal Awasi Utang PLN

PLN (Ilustrasi/Istimewa)

PLN (Ilustrasi/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Paradoks pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepanjang tahun 2016-2017 benar-benar kian dirasakan betul para pengusaha lokal di Indonesia. Keberpihakan terhadap investasi asing oleh pemerintah semakin menggencet para pengusaha dalam negeri.

Wakil Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Yaser Palito menyoroti kian kuatnya investasi asing di ketenagalistrikan nasional, sedangkan pengusaha lokal semakin dipersulit dengan macam-macam aturan.

“Misalnya banyak pengusaha lokal antusias masuk ke Energi Baru Terbarukkan (EBT). Namun regulasi di sektor energi baru dan terbarukan ini sering sekali berubah-ubah. Kita masih ingat di tahun 2009, Pemerintah menetapkan harga listrik feed in tariff untuk menarik investasi di EBT. Dan sampai sekarang sudah beberapa kali direvisi. Ini tentu menimbulkan ketidakpastian bagi investor,” ungkap Yaser, melelui ketarangannya di Jakarta, Jumat (15/12/2017).

Kementrian ESDM juga dinilai tahun ini gagal mengawasi utang PLN yang membesar dan membuat Menkeu Sri Mulyani Indrawati turun tangan mengingatkan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Surat itu terkait kekhawatiran soal utang PLN serta program 35.000 MW hingga berisiko pada keuangan negara akibat gagal bayar.

“Sebab PLN berambisi besar untuk membangun pembangkitnya sendiri-sendiri. Padahal, swasta siap membantu pemerintah membangun pembangkit agar bebannya terbagi, berikut risikonya. Nah, ESDM gagal melakukan pengawasan. Risiko utang PLN berdampak pada APBN,” sambungnya.

Selain itu, terdapat juga salah kaprah kebijakan kelistrikan lainnya adalah dioperasikannya delapan pembangkit listrik bertenaga minyak mobile power plant (PLTG/MPP) total 500 MW dan menjadi bagian dari program 35.000 MW.

Padahal, arah kebijakan energi nasional mestinya semakin meninggalkan energi fosil dan memperbesar porsi energi baru terbarukan. Namun, MPP ini berbahan bakar fosil yang sangat boros dan gas yang harganya terus melonjak.

Editor: Romandhon

Exit mobile version