Budaya / SeniPuisi

Panobin, Lelaki Pagan – Puisi Sugik Muhammad Sahar

LELAKI PAGAN

 

Di atas laut itu

Sedalam apa kau tanam batang taji

Tegak dari dasar palung mimpi

 

                                    Ollè ollang paraona alajȃrrȃ

                                    Ollè ollang alajȃrrȃ ka madhurȃ

                                    Ollè ollang mon nyabȃ pon èkebbȃrrȃ

                                    Ollè ollang èkebbȃr noro’ saghȃrȃ

Adalah segara tertimbun dari himpunan airmata

Dimana sisik-sisik peluh menggulung lelah tubuh

Bahkan di suatu malam yang petang, ketika parau memaksanya bersimpuh

Ia memilih kedalam dingin sebelum pagi benar-benar penuh

 

Lelaki mana yang tak membubuh ingatannya sendiri

Di bibir pantai di saat mana ia mesti lekas kembali

Sebab, anak istri memangku pintu sangsi

Pada tilas nyawa yang hampir tak dapat pasti

                                    Oh, lelaki berbantal ombak

                                    Oh, lelaki berselimut angin

 

Laut menawarkan riak mata ikan-ikan

Dan jika tepat musim

Segala limpahan kemungkinan kemarau semalam

Cukuplah baginya bijak cuaca mengurai hujan

Bagi mimpi yang dilipat gelombang

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

 

Pamekasan 2017

 

PANOBIN

 

Pertapa di antara cupu-cupu sesaji

Saat cecap lidah terpukat di bukit puting sari

Dimana gantang-gantang nyeri bermula melampaui diri

Tanpa canggung memanggul segenap isi:

Ah, sebab apalagi yang masih tersembunyi

                                             Dibalik tipis rintih selang ulu nadi

 

Selagi langit meniadakan bulir hujan

Ia mendirikan cukup sumur

Bagi hausku yang bersarang

Karena baginya, menadahkan tangan tak pernah terbayang

Kapan akhir dari tandus airmata perempuan

Hembuskanlah sepenuh udara !

Taburkanlah segenap rahasia !

Maka, sendiri aku binasa

 

Misalnya tak ada hari ini

Dimanakah tandang batas

Jantung angin menyembunyikan nafas

Sebab katanya,

Pada selangkangan kedua kaki aku akan terlahir

Pada selangkangan kedua kaki aku bisa berakhir

 

Tuhan, aku mengenalmu

Dalam buncit perut ibu

 

Pamekasan 2017

 

Sugik Muhammad Sahar lahir di Pamekasan, 30 Mei 1985 Desa Polagan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan 69382. Alumnus Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Madura. Menulis puisi menggunakan bahasa Indonesia  dan bahasa Madura. Tahun 2017 karya-karyanya pernah dipublikasikan di: Radar Madura, Sastra Sumbar, Padang Ekspres, Jawa Post, Haluan Padang, Banjarmasin Post dan lainnya. Antologi bersama penyair lain: Kumpulan Puisi “Lebih Baik Putih Tulang Dari Pada Putih Mata” Bangkalan Madura 2017. Saat ini mengabdi di Lembaga Ponpes Al-Hasan Putri.

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 120