NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) ricuh dan rusuh. Rapat itu pun kemudian berlangsung hingga lebih dari 10 jam dan berujung pada terpilihnya Pimpinan DPD RI yang baru. Oesman Sapta Odang (Oso) pun diketahui memenangkan pemilihan pada Selasa (4/4/2017) dini hari kemarin. Nama Nono Sampono dan Darmayanti Lubis kemudian muncul sebagai Wakil Ketua I dan II.
“Saya kira terpilihnya OSO sudah bisa diduga setelah sebelumnya nama itu santer disebut-sebut sebagai salah satu kandidat kuat pimpinan DPD,” ungkap Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, seperti dikutip dari siaran pers, Jakarta, Rabu (5/4/2017).
Menurut Lucius, drama paripurna yang berlangsung sejak Senin (3/4/2017) siang pun kuat diduga berkaitan dengan strategi pemilihan pimpinan. Itulah yang nampaknya menyebabkan kenapa sebagian Anggota DPD yang pro Oso sejak dimulainya rapat paripurna kelihatan sangat ngotot menginginkan penggantian pimpinan sidang dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan Muhammad Farukh.
“Karena jika kedua orang ini tetap memimpin sidang, dikhawatirkan agenda pemilihan pimpinan DPD bisa melenceng dari rencana kelompok yang pro dengan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun,” ujarnya.
Pun sama halnya, lanjut Lucius, kelompok tersebut juga sangat berkepentingan untuk tidak perlu mendengarkan bunyi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang bertolak belakang dengan kepentingan kelompok pro masa jabatan Pimpinan DPD 2,5 tahun. “Kalau dilihat dari adegan-adegan tarik ulur sidang paripurna DPD kemarin, nampaknya kemenangan Oso memang menjadi titik tuju paripurna DPD tersebut digelar,” katanya.
Setelah GKR Hemas tidak lagi melanjutkan persidangan yang dipimpinnya, Lucius mengatakan, maka itu menjadi kesempatan bagi kelompok yang pro masa jabatan Pimpinan DPD 2,5 tahun untuk melancarkan sekaligus menyukseskan agenda pemilihan Pimpinan DPD yang baru.
Dengan demikian, lanjut Lucius, jika tidka ada masalah terkait dengan proses pemilihan Oso tersebut, maka seketika Oso akan memegang 3 jabatan penting dan saling beririsan yakni Ketua DPD RI, Wakil pimpinan MPR RI, dan Ketua Umum Partai Hanura.
“Luar biasa bukan? Dalam sekejap sosok Oso menjadi begitu berkuasa. Akan tetapi saya kira proses pemilihan dirinya sebagai pimpinan DPD masih perlu diuji dalam beberapa hari ke depan. Keabsahan paripurna yang menjadi panggung pemilihan tersebut sangat mungkin bermasalah jika Keputusan MA yang menganulir Tatib DPD Nomor 1 2017 menjadi acuan,” ungkapnya.
Jika jabatan pimpinan yang diemban Oso nanti terbukti berpijak pada landasan hukum yang salah, Lucius menuturkan, maka bisa saja kursi Pimpinan DPD Oso tersebut dapat dianulir sebagaimana MA telah menganulir dasar hukum jabatan 2,5 tahun untuk kursi Pimpinan DPD.
Hal lain yang perlu diingat juga soal problem etis yang muncul bersamaan dengan ancaman konflik kepentingan yang berpeluang terjadi ketika seseorang secara bersamaan memegang posisi strategis yang lebih dari satu jabatan. “Ini saya kira satu hal yang mau tidak mau harus kita desak kembali. Karena Oso sekaligus menjabat pimpinan DPD dan MPR, maka hal itu berpeluang disalahgunakan untuk kepentingan dia yang lain baik sebagai pribadi maupun partainya,” ungkap Lucius.
Kemudian, Lucius menyampaikan, jika nanti Oso berhasil membuktikan legitimasi kursi barunya sebagai pimpinan DPD, masalah lain juga muncul yakni soal politisasi DPD. DPD dengan diisi oleh orang partai hampir pasti akan menutup kran perwakilan mereka dari daerah asal masing-masing.
“Tidak ada harapan lagi suara daerah diperjuangkan lagi oleh DPD karena sebagai politisi orientasi mereka serentak berubah. Di parpol, kekuasaan merupakan sesuatu yang harus dikejar. Parpol didirikan untuk mengejar kekuasaan itu. Dalam mengejar kekuasaan, politisi parpol cenderung akan asyik sendiri tanpa memedulikan rakyat atau daerah yang diwakili,” katanya.
Dan jika tak ada penolakan untuk kondisi parpolisasi DPD ini, Lucius menambahkan, artinya memang sudah saatnya meneriakkan pembubaran DPD. Tak ada gunanya lagi jika lembaga perwakilan daerah ini malah diisi oleh politisi partai. DPD akan menjadi serupa dengan DPR yang diisi oleh perwakilan partai. Jika DPD dan DPR sama-sama berisikan orang partai, maka jalan keluarnya adalah singkirkan yang lemah dan tak berdaya yaitu DPD, karena membuang energi saja mempertahankannya sementara mereka hanya sibuk meraih kekuasaan semata. (DM)
Editor: Achmad Sulaiman