NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dalam forum FGD yang digelar Presedium Nasional Majelis Permusyawaratan Pribumi Indonesia (PN MPPI) menyepakati bahwa keberadaan keraton dan masyarakat adat yang masih eksis di Indonesia ini memiliki peranan penting dalam peradaban nasional. Salah satunya adalah sebagai penyeimbang menghidupkan kembali norma-norma budaya.
“Hasil FGD hari ini tadi menyepakati bersama bahwasanya pentingnya peran dari masyarakat adat di negeri kita sebagai penyeimbang untuk menghidupkan kembali norma norma budaya dan sebagai barometer kebudayaan intelektual, adat istiadat dan agama,” kata anggota PN MPPI, Nur Aini Bunyamin, usia isi acara diskusi bertajuk Kesultanan dan Kerajaan Sebagai Pusat Peradaban Nasional di kawasan Jakarta Selatan Kamis (19/9/2019).
Hal sama disampaikan penasehat PN MPPI, Bambang B Wiwoho. Dirinya melihat keberadaan keraton dan tokoh adat penting dalam menghadapi gelombang globalisasi dan perang asimetris.
“Kita membicarakan bagaimana peran kerajaan-kerajaan, keraton-keraton, tokoh-tokoh adat di Nusantara untuk membangun peradaban Indonesia di masa depan yang tahan menghadapi gelombang globalisasi dan perang asimetris,” kata Bambang Wiwoho.
Kenapa? Sebab lanjut dia, perang asimetris dan globalisasi ini telah memprorak porandakan Tri Sakti yang dulu di canangkan oleh Bung Karno kemudian dijadikan salah satu bahan kampanye presiden Jokwoi. Tri sakti yaitu, pertama berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari dalam ekonomi dan berdaulat dalam politik.
“Kenyataanya, perang asimetris yang ditandai dan didukung dengan kekuatan modal dan teknologi sangat besar dengan revolusi digital seperti yang kita kenal sekarang ini telah menghahancurkan segi-segi pertahanan peradaban kita,” jelasnya.
Situasi ini kata Bambang, memicu tatanan kehidupan masyarakat Indonesia mejadi individualistis. Ia mencohkan, di bidang ekonomi, Indonesia sangat tegantung pada luar karena pasar bebas.
“Kekuatan ekonomi rakyat kita, kekuatan usaha kecil menengah. Kita pribumi menjadi termarginalkan sehingga kalah dengan konglomerasi dan kekuatan lain. Sehingga peranan rakyat di dalam ekonomi sangat lemah,” tandasnya.
Pewarta: Romadhon