NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia kemungkinan besar bakal dimintai keterangan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam perkara: Nomor 38/PUU-XIX/2021. Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat sebelum menutup sidang lanjutan uji materi Pasal 15 ayat (2) huruf f dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Selasa (7/9) siang di ruang sidang utama Gedung Mahkamah Konstitusi.
Usai mengesahkan 46 bukti dari pemohon yang sudah diverifikasi, Hakim Hidayat mengatakan, permohonan akan disampaikan dalam rapat keputusan hakim bersama dengan seluruh bukti.
“Nanti rapat keputusan hakim yang akan menentukan kelanjutan dari perkara ini, apakah akan dilanjutkan dalam sidang pleno dengan mendengar keterangan Presiden dan DPR kemudian saudara dimungkinkan menghadirkan saksi ahli, atau cukup Mahkamah yang bisa menilai atau memutus perkara ini,” kata Hakim Hidayat menjelaskan kepada pihak pemohon mengenai tindaklanjut perkara ini.
Hakim Hidayat juga menegaskan tindaklanjut perkara ini akan dilakukan dalam waktu tidak terlalu lama dan pihak pemohon diminta untuk menunggu pemberitahuan dari pihak kepaniteraan MK terkait putusannya.
Sidang kali ini turut dihadiri Anggota Majelis Hakim Manahan M. P. Sitompul, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Juga dari pemohon Soegiharto Santoso. Sementara Kuasa Hukum Pemohon yang hadir terdiri dari Vincent Suriadinata, S.H., M.H. selaku juru bicara, Nimrod Androiha,S.H., dan Christo Laurenz Sanaky, S.H.
Pada awal sidang ini kuasa hukum Vincent Suriadinata, S.H., M.H. membeberkan sejumlah pokok perkara yang dirubah atas saran dari majelis hakim.
Menurut Vincent, ada 4 pasal dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang menjadi batu uji yang diajukan pemohon yaitu Pasal 28, Pasal 28C Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28 I Ayat(2) UUD 1945.
Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers menimbulkan ketidakpastian hukum dan multi tafsir dan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers.” Dikatakan juga, Pasal 15 ayat (5) UU Pers tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “Keputusan Presiden yang bersifat administratif sesuai usulan dari organisasi-organisasi pers, perusahaan-perusahaan pers, dan wartawan yang terpilih melalui Kongres Pers yang demokratis.”
Pihak pemohon sendiri dalam berbagai kesempatan menyatakan, gugatan uji materi di MK ini dilayangkan sebagai reaksi atas terlalu maraknya peristiwa wartawan dan pemilik media dikriminalisasi di berbagai daerah akibat pemberitaan dan penyelesaian aduan di Dewan Pers sering berujung laporan polisi karena rekomendasi Dewan Pers.
Selain itu sejumlah peraturan Dewan Pers yang mengambil alih peran organisasi pers, salah satunya peraturan tentang Standar Perusahaan Pers, telah menyebabkan maraknya praktek diskriminasi yang dialami ribuan media lokal di berbagai terjadi di hampir seluruh penjuru tanah air. Peraturan Dewan Pers yang mengatur verifikasi media menyebabkan sejumlah kepala daerah membuat Peraturan yang membatasi kerja sama media yang tidak terverifikasi di Dewan Pers. Pemerintah Daerah dan Dewan Pers menjadikan Badan Hukum Perusahaan Pers yang sudah disahkan oleh Kementrian Hukum dan HAM RI seolah-olah tidak berguna karena ada Peraturan Dewan Pers dan Peraturan Kepala Daerah yang mewajibkan verifikasi media.
Belum lagi praktek Uji Kompetensi Wartawan versi Dewan Pers ternyata banyak menimbulkan persoalan. Tidak sedikit wartawan dan pemilik media dikriminalisasi atas rekomendasi Dewan Pers yang menyatakan pihak pengadu dapat menempuh upaya hukum di luar UU Pers karena wartawan dan media teradu belum ikut UKW dan belum terverifikasi.
“Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran kami mengajukan uji materi UU Pers ke MK agar kedaulatan pers dikembalikan ke wartawan dan organisasi pers harus menjadi pelaku utama bukan Dewan Pers,” ujar Soegiharto Santoso usai mengikuti persidangan secara daring atau online melalui aplikasi zoom.
Semenatara itu, dua pemohon lainnya Hence Mandagi dan Hans Kawengian berhalangan hadir. []