Opini

Meraba Kursi Menteri Kabinet Koalisi Indonesia Kerja

ILUSTRASI: Kabinet Kerja Joko Widodo-Ma’ruf Amin. (Foto: Ist/Net)

Meraba Kursi Menteri Kabinet Koalisi Indonesia Kerja

PEMBAHASAN soal siapa sosok yang akan didapuk bergabung di kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin menjadi pembicaraan hangat baik media sosial maupun media umum, soal calon menteri Jokowi yang menurut rencana akan dibahas pada pertengahan bulan Juli ini.

Perihal kursi menteri ini memang menjadi isu hangat yang terus bergulir setelah Jokowi-Ma’ruf memenangi kontestasi Pilpres 2019. Sejumlah nama mulai dari akademisi, pimpinan parpol koalisi, hingga tokoh yang menjadi rivalnya di Pilpres 2019, Sandiaga Uno turut menghiasi bursa calon menteri Jokowi.

Bahkan, baru-baru ini ada pesan berantai yang menginformasikan daftar calon menteri Jokowi. Setidaknya ada 4 nama menteri koordinator, 30 menteri dan 4 pejabat setingkat menteri, serta 3 kepala lembaga pemerintahan non-kementerian dalam pesan berantai tersebut.

Alasan mengapa Jokowi baru akan membahas perihal calon menterinya pada pertengahan Juli. Apakah rekonsiliasi menjadi salah satu faktor terhambatnya pemilihan calon menteri juga masih menjadi misteri. Mengingat isu partai oposisi, Gerindra juga ditawari kursi menteri bergulir liar.

Tak hanya itu, nama cawapres Prabowo, Sandiaga Uno, bahkan kerap disebut-sebut masuk bursa calon menteri Jokowi. Karena itu, alasan rekonsiliasi masih menjadi kendala pembahasan calon menteri cukup bisa diterima jika memang benar adanya.

Joko Widodo tidak sulit memilih menteri dari kalangan muda. Dia menyebut banyak figur anak muda yang layak menjadi menteri baik dari partai politik ataupun luar parpol. Figur yang ada banyak sekali, tinggal pak Jokowi memilih dari kalangan politik dan di luar politik.

Meski saat ini isu nama-nama menteri sudah mulai dibahas, ada hal penting dari kabinet Nawacita II alias Kabinet Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yakni membumikan ideologi Pancasila merupakan hal yang lebih penting agar Indonesia bisa menghadapi tantangan masa depan. Apalagi, Jokowi disebutnya akan fokus pada pembangunan sumber daya manusia.Kabinet mendatang siap membangun manusia Indonesia dalam menghadapi tantangan global.

Selain itu Joko Widodo (Jokowi) disebut melirik sosok menteri muda untuk membantu pemerintahannya di periode kedua (2019-2024). Kisi-kisi pun disampaikan oleh orang-orang di lingkaran koalisi Jokowi.

Koalisi Indonesia Kerja adalah nama koalisi yang mendukung pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin pada Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019. Koalisi ini sendiri secara resmi berdiri bersamaan dengan diserahkannya nama calon Presiden-Wakil Presiden RI Joko Widodo-Ma’ruf Amin ke Komisi Pemilihan Umum pada 10 Agustus 2018.

Penamaan koalisi ini merupakan lanjutan dari Koalisi Indonesia Hebat yang pernah digunakan oleh calon presiden petahana Joko Widodo pada kampanye tahun 2014 yang lalu.

Baca Juga:  Kekuatan dan Potensi BRICS dalam Peta Politik Global Mutakhir

Koalisi ini terdiri atas 10 partai, antara lain Partai PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai PKB, Partai PPP, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai PSI, Partai Perindo, Partai PKPI dan PBB. Selain itu, jumlah tim kampanye nasional partai ini berjumlah 150 orang.

Adapun koalisi ini memiliki 11 direktorat antara lain perencanaan, konten, komunikasi politik, media dan sosmed, kampanye, pemilih muda, penggalangan dan penjaringan, logistik dan Alat Peraga Kampanye, hukum dan advokasi serta saksi dan relawan.

Dinamakan Koalisi Indonesia Kerja karena dengan kerja, kerja, dan kerja, Pak Jokowi mengubah paradigma dan orientasi politik selama ini, politik yang hanya mengabdi kepada kekuasaan dan uang saja.

Berbeda dengan Koalisi Adil Makmur yang Koalisi Indonesia Adil Makmur adalah koalisi partai politik di Indonesia yang mendukung Prabowo Subianto–Sandiaga Uno dalam Pemilihan Presiden tahun 2019. Koalisi ini terdiri atas 5 partai, antara lain Partai Gerindra, Partai PKS, Partai PAN, Partai Demokrat dan Partai Berkarya.

Selain itu, jumlah badan pemenangan nasional partai ini berjumlah 800 orang. Koalisi ini resmi dibubarkan pada 28 Juni 2019, pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan pasangan Prabowo–Sandi.

Melihat isu-isu terkini yang berkembang dan masih marak di media massa nasional maupun media sosial tentang hasil kompromi politik dan dan rekonsiliasi nasional setelah melihat hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Kamis (27/6) dan diperkuat dengan penetapan Komisi Pemilihan Umum pada hari Minggu (30/6) yang memenangkan Pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menggunguli pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.

Keputusan MK pada 27 Juni 2019 yang diperkuat dengan keputusan KPU telah menetapkan presiden dan wapres yang yang bersifat final dan mengikat serta terbuka untuk semua pihak yang harus ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia dan merupakan mahkota demokrasi dari sistem Pemilihan Umum serentak baik Pilpres, DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD pada 27 April yang lalu.

Parpol Koalisi Adil Makmur dinyatakan bubar (28/6) setelah melihat hasil keputusan MK dan mempersilahkan partai koalisi pendukungnya untuk menentukan sikap politik masing-masing partai, apakah nantinya akan berada di jalur oposisi atau masuk ke dalam pemerintah. Bahkan Prabowo sendiri mempersilahkan apabila Koalisi Adil Makmur yang terdiri dari Partai Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat dan Partai Berkarya serta partai pengusung Prabowo yakni Partai Gerindra jika bergabung dengan Pemerintah.

Baca Juga:  NATO Terus Meningkatkan Tekanan Pada Serbia

Sementara ini partai Gerinda akan tetap berjuang di jalur legislatif. Maka melihat kondisi sekarang ini banyak sekali bargaining posision (tawaran politis) menteri (eksekutif)bagi partai pendukung Prabawo-Sandiaga seperti mengarah kepada Demokrat dan bahkan Partai Gerinda sendiri.

Perbincangan dan opini publik ini tidak menarik karena yang muncul adalah perbincangan jabatan menteri dan bagi-bagi kekuasaan. Sehingga melihat kontelasi politik yang ada sekarang ada upaya rekonsiliasi, Presiden Jokowi yang terpilih kembali untuk lima tahun ke depan, memiliki tugas berat, yakni menciptakan rekonsiliasi dengan para pendukung Prabowo. Kampanye berbulan-bulan telah membuat massa pendukung menjadi sangat militan sehingga muncul perpecahan dalam di antara pendukung kedua capres.

Maka tugas pertama Presiden Jokowi adalah berusaha merangkul para pendukung Prabowo. Menurutnya beban untuk menyatukan kembali lebih berada di pihak Joko Widodo sebagai pemenang karena mereka memiliki segalanya. Sekalipun begitu, Jokowi sangat terbuka membuka koalisi dengan pihak Koalisi Adil Makmur.

Presiden terpilih Joko Widodo menyebut tengah menunggu restu dari Koalisi Indonesia Kerja (KIK) untuk mengajak Prabowo dan Partai Gerindra masuk dalam barisan koalisi. Namun, pada dasarnya ia membuka peluang bagi rivalnya, Prabowo Subianto untuk bergabung di dalam pemerintahan 2019-2024.

Jokowi-Ma’ruf dinyatakan menang Pilpres 2019 dengan perolehan 85.607.362 suara atau 55,50 persen suara sah. Sementara Paslon 02 Prabowo-Sandi dinyatakan memperoleh 68.650.239 suara atau 45,50 persen suara sah.

Rekonsiliasi adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula sebagai perbuatan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada.

Isu ini kembali mengemuka saat wakil presiden terpilih KH Ma’ruf Amin menyebut, ada menteri dari kalangan muda yang tengah disiapkan Jokowi. Ma’ruf menilai generasi muda yang memiliki kemampuan layak diikutsertakan dalam kabinet.

Penunjukan Menteri muda dalam kabinet pasangan terpilih, Jokowi Ma’ruf Amin merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam UUD 1945 pasal 17. Mentri muda menurut pertimbangan Jokowi lebih mengerti berbagai perkembangan dibanding yang berusia lebih tua. Apalagi perkembangan yang berkaitan dengan bidang teknologi Sekarang ini zamannya sudah zaman milenial. Meskipun demikian, kepada Menteri muda dapat menunjukkan sikap yang santun kepada yang lebih tua. Dan juga perlu diingatkan yang muda juga tidak enggan untuk belajar kepada yang lebih senior. Usia muda juga membuat dia harus lebih banyak lagi belajar dari yang lebih tua. Jadi kalau misalnya tokoh-tokoh muda nanti yang diminta masuk ke kabinet bisa tetap rendah hati dan mau sowan ke yang lebih tua.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengisyaratkan pembentukan kementerian baru sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Salah satu upayanya adalah memberi tempat buat anak muda dalam kabinet periode keduanya. Presiden Jokowi blak-blakan soal komposisinya menterinya pada periode kedua sebagai Presiden Indonesia akan banyak akan diisi anak-anak muda, partai politik, kalangan profesional. Adapun kriterianya adalah memiliki kemampuan mengeksekusi program dengan cepat dan tepat, menguasai kemampuan manajerial, dinamis fleksibel dan mengikuti perubahan zaman dan berusia muda.

Baca Juga:  Klausul 'Rahasia' dari 'Rencana Kemenangan' Zelensky: Bergabung dengan NATO dan Memperoleh Senjata Nuklir

Presiden Joko Widodo mengaku tidak akan membedakan latar belakang profesional atau partai politik dalam menyusun kabinet pemerintah 2019-2024. Sebab, banyak juga kader partai politik yang merupakan profesional di bidangnya. Jokowi mengatakan, kabinet diisi oleh orang ahli di bidangnya. Jangan sampai dibeda-bedakan ini dari profesional dan ini dari (partai) politik, jangan seperti itulah, karena banyak juga politisi yang profesional.

Alasan Jokowi akan menunjuk menteri muda, karena menteri yang berusia muda agar dapat menjawab perkembangan zaman. Kabinet Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mengusung Jokowi Makruf Amin diprediksi akan didominasi oleh kalangan profesional berusia muda.

Jadi bukan masalah jabatan menteri dan bagi-bagi kekuasaan yang menarik saat melihat isu dan perkembangan pasca keputusan MK dan KPU tentang rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo saat ini. Karena jabatan menteri itu adalah adalah hak prerogatif presiden yang terpilih nantinya sesuai dengan pasal 17 UUD 1945.

Ketentuan dalam pengaturan pembentukan, perubahan dan pembubaran kementrian negara diatur dalam UUD karena belajar dari praktik ketatanegaraan yang pernah terjadi pada era sebelumnya yakni pembubaran depeartemen oleh presiden terpilih.

Akibatnya terjadi ketegangan yang berakibat berat yakni kesulitan menyalurkan PNS pada departemen itu serta kesulitan mengatur tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam melanjutkan program pembangunan, yang sebelumnya menjadi tugas departemen yang dibubarkan itu.

Belajar dari kejadian tersebut, di dalam pembukaan UUD 1945 dimasukan ketentuan bahwa pembentukan, perubahan dan pembubaran kementrian oleh presiden diatur dalam UUD. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan hal prerogatif Presiden mempunyai aturan yang baku yang disusun DPR bersama Presiden sehingga tidak sesuai kehendak presiden saja. Karena diatur dalam UU, hal itu berarti kepentingan dan aspirasi rakyat juga diwadahi dan menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketentuan ini juga merupakan perjuangan saling mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga negara yaitu Presiden dan DPR. Bentuk pengaturan lebih lanjut dalam UU yang mengatur kementerian negara adalah ditetapkan dalam UU No 39 tahun 2008 tentang kementrian negara.

Penulis: Aji Setiawan, mantan wartawan Majalah alKisah Jakarta dan Ketua PWI-Reformasi Korda Jogjakarta 1998-2003

Related Posts

1 of 3,050