NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menerbitkan aturan mengenai pembatasan tanggung jawab antara penyedia platform digital dengan pengguna yang biasa memanfaatkan digital sebagai ladang berjualan.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang (Merchant) Perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) yang berbentuk User Generated Content atau biasa disebut safe harbor policy.
“Adanya policy ini diharapkan mampu membuat rasa nyaman bagi pemilik platform berbasis uses generated content, sehingga ini menumbuhkan ekosistem perdagangan elektronik yang maju,” ujar Menteri Kominfo Rudiantara dalam acara Sosialisasi Kebijakan Safe Harbor Policy di Auditorium Anantakuta Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (27/2/2017).
Surat Edaran ini, kata Rudiantara, dilakukan untuk mengatur produk obat-obatan dan makanan dengan melibatkan BPOM. Yang mana, setiap produk tersebut sebelum di-publish atau dijual pada platform digital harus mendapatkan izin atau sertifikasinya terlebih dahulu.
Rudiantara menyebutkan, sebelum adanya Surat Edaran Nomor 5/2016, para pemilik platform digital, harus menerima risiko pertanggungjawaban ketika ditemukan ada produk-produk yang terbukti belum memiliki izin nomor peredaran atau sertifikasi, khususnya obat-obatan dari BPOM.
“Dinamika yang luar biasa tumbuh dari digital ekonomi, yang kita layani ini masyarakat, masyarakat masih banyak yang belum memahami, kembali safe harbor dibuat kita dalam transaksi sekarang harus jelas tanggung jawabnya apa yang boleh dan tidak boleh dijual,” kata dia.
Lanjut Rudiantara, SE Nomor 5/2016 ini juga akan disosialisasikan terlebih dahulu sebelum ditingkatkan menjadi peraturan menteri (Permen). Adapun, dalam aturan safe harbor policy ini tanggung jawab akan dititik beratkan kepada uses generated content (UGC) alias para perdagangan individu (merchant).
“Misalnya seperti di Tokopedia dia jualan obat dan makanan, makanan yang belum disertifikasi oleh BPOM dan ternyata mengandung bahan kimia, jadi jangan disalahin Tokopedianya karena dia tidak bisa menjangkau sampai sana, aturan ini yang membatasi tanggung jawab sampai di mana. Kalau tidak dibuat nanti orang suka-suka,” paparnya.
Mengenai sanksi, kata Rudiantara, penerapannya tentu berbeda antara sanksi SE Nomor 5/2016 dengan sanksi ketika aturannya sudah berbentuk Permen. Untuk yang SE, dia menuturkan menjadi kewenangan BPOM. Meski berbeda, dia masih enggan menyebutkan sanksi apa yang akan diterima oleh pedagang yang kedapatan menjual produk makanan dan obat yang dilarang oleh BPOM.
“Sanksinya SE tentu berbeda dengan sanksi Permen, kalau yang sekarang kepada BPOM untuk peredaran obat dan makanan, peredaran safe harbor,” tutur dia.
Reporter: Richard Andika