Hukum

Pemerintah Beri Batasan Tanggung Jawab Penyedia Situs e-Commerce

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhir Desember lalu mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2016 tentang batasan dan tanggung jawab penyedia platform dan pedagang (Merchant) perdagangan melalui sistem elektronik (Electronic Commerce) yang berbentuk User Generated Content (UGC) soal Safe Harbor Policy bagi pemain e-commerce. Safe harbor policy merupakan kebijakan perlindungan terhadap pemilik dan penyedia layanan berbasis internet terhadap konten yang diunggah atau dipublikasikan oleh pengguna layanan.

Tujuan pengeluaran SE ini, pasca keluarnya roadmap e-commerce, adalah untuk memberikan pedoman bagi pemain e-commerce terkait batasan dan tanggungjawabnya dalam kegiatan transaksi elektronik, antara lain syarat dan ketentuan pengguna platform UGC, jenis konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, sarana pelaporan, serta mekanisme penghapusan dan pemblokiran konten terlarang. Singkatnya, bila ada pelanggaran konten yang dilakukan oleh pengguna, pemerintah tidak lantas menyalahkan pihak penyedia platform.

“Safe harbor membatasi tanggung jawab setiap pelakunya. Bentuk (dagang) fisik saja sudah pusing apalagi digital pasti ada kompleksitas. Tapi yang kompleks itulah kita bikin sederhana batasan dan tanggung jawabnya,” ujar Rudiantara, Menteri Kominfo, di Ruang Auditorium Kemenkominfo, Jakarta, Senin (27/2/2017).

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

Dengan adanya SE ini, ke depannya diharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman agar pemilik platform bisa berkonsentrasi penuh mengembangkan layanannya sehingga bisa menumbuhkan ekosistem perdagangan elektronik yang maju.

Rudiantara mengungkapkan bahwa SE ini baru permulaan. Nantinya akan ada aturan lebih kuat yang bisa berbentuk Peraturan Menteri (PM) untuk mengatur safe harbor policy bagi semua pemain UGC.

“Kita buatkan SE lebih dulu sebagai bagian dalam proses konsultasi publik sebelum nanti dituangkan dalam bentuk Permen. Kalau kita buat Permen, seminggu kemudian biasanya nanti berubah lagi. Kita tunggu sesuatu yang settle nanti baru kita buatkan Permen. Sama seperti SE tentang OTT (over the top) sampai nanti kita clear tentang perpajakan baru kita Permen. Bahkan SE-nya sudah ada dari akhir 2015,” katanya. Karena masih berbentuk SE, maka posisi hukumnya tentu berbeda dengan Permen.

Reporter: Richard Andika

Related Posts

1 of 419