NUSANTARANEWS.CO – Mengapa Indonesia tertinggal: Lingkungan dan Perilaku Manusia. Tidak dapat disangkal dan dicegah bahwa Lingkungan berpengaruh terhadap Perilaku Manusia. Lingkungan Alam yang Mudah-Murah sebagai karunia Allah telah berpengaruh besar kepada Manusia Indonesia, termasuk pikiran-perasaan-perbuatannya. Lingkungan Alam yang serba Mudah-Murah membuat Manusia Indonesia bersikap ramah dan baik hati terhadap mahluk lain. Dan karena Alam yang Mudah-Murah itu Manusian Indonesia merasa tidak perlu “ngotot” mencari kehidupan.
Tanah yang subur membuat pencarian dan penghasilan bahan pangan mudah, demikian pula Lautan yang kaya ikan tidak mendesak nelayan untuk melaut jauh dari rumah selama berhari-hari. Dan kondisi cuaca yang ramah, tidak pernah terlalu panas atau terlalu dingin serta keramahan sepanjang tahun, semua itu membuat Manusia Indonesia juga “ramah” terhadap kehidupan. Orang Belanda abad lalu suka mengatakan bahwa Manusia Indonesia adalah het Zachste Volk ter Wereld atau Rakyat Paling Ramah di Dunia.
Hal ini berbeda dari manusia yang hidup di bagian utara Planit Bumi, jauh dari khatulistiwa. Seperti orang Jepang, Korea, China, Eropa. Orang-orang ini harus hidup dalam Empat Musim, di antaranya ada musim dingin yang membawa jatuhnya salju. Dalam lingkungan Empat Musim kehidupan tidak semudah kehidupan di Indonesia dengan Dua Musim tanpa musim dingin yang dengan saljunya membuat kehidupan sukar dan berat. Mencari makan baik di darat maupun di laut merupakan perjuangan tidak mudah dan tidak ringan bagi Manusia Empat Musim, apalagi kalau tanahnya kurang subur seperti di Korea dan Jepang.
Dalam kondisi Lingkungan Empat Musim manusia yang hidup di dalamnya didorong dan dipaksa untuk selalu berjuang untuk hidup langsung atau survive. Sedangkan Manusia Indonesia relatif cukup mudah hidupnya dibandingkan Manusia Empat Musim. Maka terjadi kemungkinan bahwa Manusia Indonesia menjadi Manja Mental , yaitu secara mental menjadi lemah karena kehidupan yang murah dan mudah, apalagi kalau dibantu oleh kemajuan teknologi dengan alat-alat yang makin memudahkan orang hidup.
Maka Manusia Indonesia yang dikaruniai Allah dengan sifat cerdas dan fleksibel menghadapi pilihan. Kalau ia menyadari bahwa karunia Allah harus dikembangkan untuk kepentingan kehidupan yang makin maju dan sejahtera, maka ia harus menjadi orang yang berjuang untuk kehidupan lebih maju dan sejahtera. Akan tetapi kalau ia merasa semua serba murah-mudah dan tak perlu berjuang untuk hidup, maka ia cenderung diliputi kondisi kemanjaan mental.
Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia hingga kini adalah bahwa mayoritasnya merasa tak perlu hidup susah dan sukar, tak perlu berjuang untuk hidup. Maka kemanjaan mental mudah sekali menyelimuti kehidupannya. Ia cenderung lekas puas dan tidak berusaha mewujudkan yang terbaik dan tertinggi dalam segala hal yang dilakukan. Semua cukup ASAL JADI.
Tentu ada orang-orang Indonesia yang merupakan perkecualian dalam kecenderungan itu. Orang-orang yang bersifat Pejuang yang tidak beda dan tidak kalah dari manusia empat musim. Akan tetapi mereka merupakan perkecualian yang minoritas dan bukan gambaran umum.
Juga ada warga negara Indonesia yang keturunan manusia empat musim, yaitu keturunan para imigran dari China dan negara empat musim lainnya yang menikah dengan wanita Indonesia. Sifat-sifat manusia empat musim masih ada pada keturunan manusia empat musim. Sifat pejuang malahan lebih kuat karena sebagai imigran atau keturunannya mereka merasa lebih tercambuk untuk menjamin survival nya. Akan tetapi integrasi mereka dalam masyarakat Indonesia masih merupakan proses. Dan di masa lalu mereka lebih banyak hidup dan berbuat untuk kepentingannya sendiri dan tidak mewakili Indonesia.
Inilah sebab mendasar dari kondisi mengapa Indonesia Tertinggal dari Korea Selatan. Masyarakat Indonesia yang ramah tapi kurang bersifat pejuang tertinggal oleh masyarakat Korea Selatan yang bersifat Pejuang.
Hal ini diperkuat oleh dampak Kemanjaan Mental yang aneka ragam. Yang utama dapat kita lihat adalah kecenderungan untuk gemar pada Wacana dan Berteori karena orang-orangnya cerdas. Akan tetapi sayangnya hasil Wacana dan Teori yang mungkin bermutu tidak dilanjutkan dengan menjadikannya kenyataan. Kurang ada Perbuatan atau Implementasi yang memadai.
Maka segala kebaikan wacana dan teori tak pernah mendai Realitas baru. Yang paling menyedihkan adalah ketetapan yang brilyan ketika Pancasila menjadi Dasar Negara RI pada tahun 1945, tetapi hingga kini tahun 2016 Pancasila jauh dari kenyataan hidup di Indonesia. Bahkan sejak Reformasi 1998 makin banyak terdapat aspek kehidupan yang bertentangan dengan Pancasila.
Dampak lain yang amat merugikan adalah kecenderungan Asal Jadi dalam cara bekerja. Umpama membangun satu jembatan oleh orang-orang yang bermutu kemampuannya dengan dukungan dana memadai, tetapi karena cara Asal Jadi tanpa niat membangun jembatan terbaik. Maka tidak jarang jembatan itu dalam waktu singkat ambruk. Dampak Asal Jadi ini banyak merugikan bangsa Indonesia.
Tidak jarang bangsa lain menilai manusia Indonesia malas, kurang andal. Akan tetapi melihat sifat para petani yang sudah pagi-pagi pergi sawah dan bekerja hingga sore hari , maka tak dapat dikatakan manusia Indonesia malas. Juga produk-produk seni Indonesia yang mutunya diakui masyarakat internasional membantah bahwa manusia Indonesia kurang andal. (Bersambung)
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, WAKASAD dan Dubes RI untuk Jepang/sumber sayidiman.suryohadiprojo.com)