NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pilkada 2018 merupakan momentum penting sekaligus penentu sukses tidaknya Pemilu 2019 mendatang. Sehingga, keberhasilan mengamankan Pilkada 2018 sama pentingnya mengantongi golden ticket menuju Pilpres 2019.
Diskursus Pilkada serentak 2018 nanti, ada hal menarik terkait ultimatum Kapolri Jenderal Tito Karnivian. Ini menyusul ultimatum Kapolri kepada Kapolda dan Kapolres seluruh Indonesia untuk ‘mangamankan’ pemilihan kepala daerah.
Sekilas, intruksi itu tampaknya tak ada yang istimewa. Mengingat sudah menjadi tanggung jawab sebagai polisi untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Namun, ada hal tersirat kuat yang tak lazim dari ultimatum sang Kapolri kali ini.
Dimana Tito mengancam akan mengevaluasi, bahkan tak segan-segan mencopot, kepala satuan kepolisian wilayah seperti Kapolda dan Kapolres yang tidak melaksanakan arahan yang telah diberikan.
“(Kapolda dan Kapolres) yang melaksanakan baik akan dipertahankan, bila perlu promosi. Kalau yang tidak melaksanakan langkah-langkah yang sudah saya arahkan sampai dengan Desember, akan saya ganti. Saya akan cari pimpinan yang lebih baik,” kata Tito, Senin (9/10/2017).
Dirinya beralasan Pilkada 2018 tidak boleh mengganggu stabilitas politik, sebagaimana yang dimintakan Presiden Jokowi. “Itu keinginan beliau (Jokowi),” ujar Tito. Soal stabilitas politik, siapapun tentu sepakat menginginkan damai.
Tapi ultimatum Kapolri ini agak sedikit janggal ketika fokus utama tertuju hanya pada 3 wilayah saja yakni Jawa Barat (Jabar), Papua dan Kalimantan Barat (Kalbar). Mengingat Pilkada 2018 nanti setidaknya ada 171 wilayah yang bakal melaksanakannya. Dari 171 daerah tersebut terdiri atas 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Sekalipun secara normatif, Tito mengklaim ketiga kawasan itu rentan isu SARA.
BACA JUGA: Naiknya Tito Karnavian Sebagai Tanda Bangkitnya Rezim Baru
Pledoi Penulis Jokowi Undercover Bongkar Siapa Diri Tito Karnavian
Pertanyaannya, ada apa dengan 3 wilayah tersebut yang menjadi fokus ultimatum Tito? Apakah karena alasan tiga wilayah ini rawan isu SARA sebagaimana klaim Tito?
Atau sebaliknya, karena di tiga wilayah tersebut ada calon gubernur yang berasal dari institusi Polri? Sebut saja Papua ada Paulus Waterpauw (Kapolda Sumut), kemudian di Jabar ada Anton Charliyan (mantan Kapolda Jabar) dan di Kalbar ada Irjen Arief Sulistyanto (mantan Kapolda Kalbar)? Itu kemungkinan pertama.
Sementara untuk kemungkinan kedua adalah murni misi strategis Jokowi untuk mengamankan ketiga wilayah tersebut. Mengingat Jabar, Papua dan Kalbar merupakan kantong-kantong suara PDIP. Tentu partai penguasa tak ingin tersungkur kedua kalinya di ‘rumahnya’ sendiri, termasuk di Jateng dan Jatim.
Selain itu, Jabar, Kalbar dan Papua juga merupakan kantong suara yang sangat strategis, maka mengamankannya sama halnya mengamankan golden ticket di Pilpres 2019 nanti.
Pewarta/Editor: Romandhon