NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Memanasnya suhu politik nasional tahun 2019 dinilai bukan hal baru karena kepentingan elite. Namun, situasi seperti ini sudah dimulai sejak 20 tahun silam.
“Memanasnya situasi kebebasan demokrasi di tahun politik 2019 yang telah dimulai sejak 20 tahun yang lalu perlu menjadi satu perhatian khusus bagi seluruh elemen anak bangsa,” kata Direktur Indonesian Club, Hartsa Mashirul, Jakarta, Sabtu (6/4/2019).
Sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi liberal, gesekan politik selalu mewarnai proses pemilihan umum. Harus diakui, kata dia, demokrasi merusak organ tubuh pemerintahan bernegara berupa berbenturannya kepentingan antar lembaga negara institusi pemerintahan yang kerap kali disajikan ke meja publik, seolah suatu hal yang lumrah dalam sistem demokrasi yang menganut kebebasan.
“Berbagai kepentingan pribadi maupun golongannya larut serta berperan aktif menggembirakan pada pelaksanaan sistem demokrasi liberal ini,” jelasnya.
Berbagai gesekan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sejatinya dimulai dari gesekan kalangan elite berkepentingan.
“Berbagai gesekan yang mulai meruncing mengalir di antara masyarakat karena masyarakat diperlihatkan perilaku elit politik yang tidak mampu menjadikan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani sebagai pegangan hidup dalam meraih dan melaksanakan kekuasaan itu sendiri,” urainya.
Saling tunjuk hingga saling tuding antar elite berpotensi memicu berbagai gesekan, hingga benturan di masyarakat seperti sebuah cerminan yang terjadi pada benturan antar lembaga atau institusi negara.
“Kemunculan isu Pancasila vs Khilafah baru-baru ini bagaikan membuka gerbang perpecahan bangsa yang tidak pernah kita inginkan, bahkan dalam mimpi siang bolong sekalipun. Isu tersebut nampak seakan-akan terbentuk secara terstruktur, dengan diawalinya isu perang total yang sebagai konsumsi publik,” paparnya.
(eda)
Editor: Eriec Dieda