NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah sekadar jargon, melainkan fondasi ideologi bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam setiap kebijakan negara,” tegas Baskara Sukarya, Ketua Umum DPP IP-KI, dalam menanggapi rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Menurutnya, kebijakan fiskal tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa mayoritas rakyat Indonesia masih bergulat dengan kondisi ekonomi yang rentan. Dalam pidato reflektifnya, Baskara menyampaikan bahwa sila kelima Pancasila menuntut negara untuk hadir dengan kebijakan yang melindungi daya beli masyarakat kecil, bukan malah menambah beban mereka. “PPN yang bersifat regresif jelas bertentangan dengan semangat keadilan sosial. Jika kelompok rentan terus-menerus menanggung beban kebijakan, bagaimana kita bisa bicara tentang pemerataan dan kesejahteraan?” ujarnya.
IP-KI, sebagai organisasi pemikir kebangsaan, menyerukan peninjauan ulang atas kebijakan ini. Transparansi, partisipasi masyarakat, dan kajian berbasis data harus menjadi pijakan utama agar kebijakan fiskal benar-benar berpihak pada rakyat. “Jangan biarkan kebijakan yang mestinya menjadi alat keadilan, justru menjadi penyebab ketimpangan baru,” tutup Baskara penuh optimisme.
Baskara Sukarya menegaskan bahwa kajian Policy Brief: Analisa Kenaikan PPN 12% yang disusun oleh Dewan Pakar DPP IP-KI, Bapak Hadi Poernomo dan Tim, menunjukkan dampak signifikan dari kebijakan kenaikan PPN terhadap kelompok masyarakat rentan, terutama mereka yang bergantung pada pendapatan harian dan terbatas dalam daya beli. “Analisis kami menyoroti sifat regresif PPN yang justru memperburuk kesenjangan ekonomi. Mayoritas pendapatan masyarakat kelas bawah habis untuk konsumsi, sehingga kenaikan ini hanya akan menambah beban hidup mereka,” jelasnya. Ia menyerukan kepada pemerintah untuk menjadikan data ini sebagai pijakan dalam menunda kebijakan tersebut, sembari membuka ruang dialog untuk mencari solusi fiskal yang lebih berkeadilan. (DA)