Budaya / SeniPuisi

Masriyah dan Sundari Pergi ke Kota

Puisi Novy Eko Permono

Pergi ke Kota

dari bulan ke bulan, rumah ke rumah
menjadi penampungan gelisah-gelisahku
pertanyaan-pertanyaan, ketololan-ketololan

kala pemuda lebih banyak berbicara daripada mendengar
bahkan lebih pandai dari kata-kata
aku bergerak meniti perjalanan, bukan sekolah
yang hanya menghasilkan teknokrat-teknokrat
berkoloni pada kekuasaan

memasuki tempat yang asing dan kabur
aku teringat pada guruku
seniman gombal, tua-bangka, sinting
berkeliaran di jalan-jalan, berteriak-teriak
seketika aku tertawa, menangis sendirian
merenung seharian

perjalanan ke kota adalah menekuri kemacetan dan gaya hidup
kebudayaan komoditas yang diproduksi masal
kota telah terjebak di dalam penjara yang kita buat sendiri
bahkan juga memangsa kita dari dalam

di sepanjang perjalanan
dedaunan bertiup melintasi tanah,
menatap mata-mata asing

Wonogiri, 06/5/2017

Sundari

Kota kecil dan kuno, pernah berjuluk Kotagede
menyimpan gadis pribumi murni dengan kain batik
kadang kebaya lusuh, rambut bergelung mungil dengan bulu

mata lentik
begitu muda tanpa kosmetik kenamaan
hingar-bingar iklan dan kebohongan yang dinarasikan

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

Kota itu kini, bergerak melompat-lompat
bersusulan macet, bisnis dan ngerumpi
gadis kecil belajar mengeja, beranjak remaja
pandai membaca dan mengontrol kontur tubuhnya

Sundari nampak dewasa
didisiplinkan atas nama peradaban
dilanggengkan dalam diam, ketakberdayaan
divisualisasikan media via iklan-iklan
putih, langsing dan berambut lurus
dipaksakan terus menerus
tubuhnya kini dijinakkan
: subjektivitas liyan

Wonogiri, 27/04/2017

Masriyah

Menimba air, mengisi bak mandi saban sore
tubuhnya pendek ‘megal-megol’ menarik timba
bergedebur air ditungankan ke corong kamar mandi

Belum sempat tamat SD
hidup menumpang dari rumah ke rumah
kini ia ‘ngindung’ di pekarangan rumah juragannya

Hari itu, di samping lingkaran besar meja makan
kepalanya menunduk, menekuri lantai basah
tubuhnya mengecil, matanya membelalak
menyadap kisah-kisah, yang pernah digelar oleh waktu

Seperti kupu terjerambab tanah berdebu
Masriyah mengepak pelan, pada sayap butut dan rapuh
melemparkan rangkaian kisahnya yang cacat

Keesokan harinya, orang-orang berdatangan
buruh batik, tukang batu, tukang kayu dan pembantu rumah

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

tangga
mereka tinggal di kebun, tak jelas siapa pemiliknya
disana Masriyah tumbuh, berkembang, membangun masyarakat
menjajakan makanan, menjajakan tenaga
menjajakan dirinya.

Wonogiri, 6/05/2017

Novy Eko Purnomo
Novy Eko Purnomo

Novy Eko Permono. Saat ini aktif sebagai Koordinator Ikatan Jomblo Nusantara Cabang Wonogiri. Dapat disapa via email: [email protected]. Fb: Novy Eko Permono.

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 114