KSPI Sebut Rakyat Indonesia tak Ikut Menikmati Pembangunan Infrastruktur

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal/Foto: dok. Wartabuana

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal/Foto: dok. Wartabuana

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai pemerintahan Jokowi-JK menembang amanat rakyat untuk mengelola negara selama hampir tiga tahun gagal meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan gagal mensejahterakan buruh dan rakyat. Penilaian tersebut disandarkan pada berbagai kebijakan yang dikeluarka oleh pemerintah.

Presiden KSPI Said Iqbal menyebutkan beberapa indikator ekonomi yang ada memperihatkan kegagalan Jokowi-JK dalam mengelola negara seperti, pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5% per triwulan II 2017, sementara daya beli masyarakat terjun bebas ditunjukan oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh dibawah 5%. Hal itu sebagai akibat dari terbitbta PP No 78/ 2015 yang membatasi kenaikan upah minimum oleh Presiden Jokowi.

“Penyerapan tenaga kerja per semester I anjlok 141 ribu orang dibandingkan tahun 2016. Sementara investasi yang masuk lebih padat modal bukan padat karya. Kalau terus dibiarkan pengangguran akan meledak karena lapangan kerjanya makin sempit,” kata Said Iqbal saat dihubungi Nusantaranews.co, Salasa (8/8/2017) malam.

Selain itu, kata dia, pembangunan infrastruktur yang dijanjikan selesai tahun 2019 faktanya hanya terealisasi 9%. Dampak dari pembangunan infrastruktur juga tidak dirasakan oleh masyarakat Indonesia. “Buktinya industri besi dan baja justru tumbuh negatif di 2016 dan penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi anjlok. Infrastruktur adalah proyek titipan China. Wajar tenaga kerja dan materialnya impor dari China,” ungkapnya.

Iqbal menambahkan, paket kebijakan ekonomi yang jumlahnya mencapai 15 persen terbukti tidak mampu menahan laju penurunan industri manufaktur.

“Pertumbuhan industri manufaktur turun tajam di triwulan ke II 2017 dari 4.24% ke 3.54%. Dampaknya PHK besar besaran gelombang III sudah mulai terjadi sejak awal tahun 2017,” jelas Igbal.

“Utang pemerintahan Jokowi naik dari 1000 triliun hanya dalam waktu 2.5 tahun. Total utang pemerintah per Juni 2017 sebesar Rp. 3.706 triliun. Sementara jerat utang membuat negara harus membayar bunga pertahunnya sebesar 219 Triliun,” sambung dia.

Gambaran makro perekonomian yang diungkpaka, tambah Iqbal, mengindikasikan bahwa pemerintahan Jokowi gagal memperbaiki kondisi perekonomian nasional. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan oleh Jokowi guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, dari 15 jilid paket kebijakan hingga tax amnesty sebagai taktik memperbesar penerimaan pajak.

“Tax Amnesty yang diklaim sebagai tersukses di dunia nampaknya belum juga mencukupi target pendapatan negara,” tegas Iqbal.

Sekadar informasi, dalam rangka mengingatkan Pemerintah terkait beberapa hal di atas yang bertajuk “Refleksi KSPI atas kondisi perekonomian dan perburuhan nasional”, KSPI telah melakukan aksi serentak di 20 Provinsi, Selasa (8/8/2017) siang. Untuk aksi demo di Jakarta, aksi berpusat di Istana Negara, dengan massa aksi dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

“Sedangkan aksi di Provinsi – provinsi lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lain-lain, akan dipusatkan di Kantor Gubernur masing-masing daerah,” tutur Iqbal.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Exit mobile version