Ekonomi

Krakatau Steel Sekarat, Ironi Pembangunan Infrastruktur

Kralatau Steel Sekarat, Ironi Pembangunan Infrastruktur (Foto Ilustrasi)
Krakatau Steel Sekarat, Ironi Pembangunan Infrastruktur (Foto Ilustrasi)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Konon pembangunan infrastruktur dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan sosial.

Gencarnya pembangunan infratruktur ini terlihat pada tahun anggaran 2019. Dimana anggaran belanja infrastruktur mencapai Rp 420 triliun. Angka ini meningkat sebesar 157% dari tahun 2014 yang hanya Rp 163 triliun.

Namun pembangunan infrastruktur itu nampaknya tidak berkorelasi positif terhadap industri baja nasional. Dimana, sinergi BUMN nyatanya tidak jalan sama sekali.

Hal ini membawa dampak terhadap perusahaan BUMN, PT Krakatau Steel yang terpaksa harus mem-PHK ribuan karyawannya karena keadaan perusahaan dilanda pailit. Mestinya hal itu tidak terjadi. Mengingat pembangunan infrastruktur dalam negeri sendiri dilakukan secara besar besaran.

Baca Juga:
Beban Berat Utang BUMN dan Nasib Rakyat Tersandera Ambisi Proyek
Nasib BUMN Era Jokowi Tersandera Hutang dan Seluruh Aset Nyaris Dijual

Dengan kata lain pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah Jokowi, logikanya bisa menyelamatkan nasib Krakatau Steel. Tapi sebaliknya, mega proyek infrastruktur nasional itu justru memicu Krakatau Steel sekarat.

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

Mau tidak mau, Krakatau Steel harus diselamatkan. Mengapa? Sebab Krakatau Steel saat ini adalah satu satunya perusahaan milik negara yang bergerak di bidang produksi baja. Perusahaan yang beroperasi di Cilegon, Banten ini mulanya dibentuk sebagai wujud pelaksanaan Proyek Baja Trikora yang diinisiasi oleh Presiden Soekarno tahun 1960.

Tujuannya saat itu, agar Indonesia memiliki pabrik baja yang mampu mendukung perkembangan industri nasional yang mandiri, bernilai tambah tinggi dan berpengaruh bagi pembangunan ekonomi nasional. Tapi kondisinya sekarang memprihatinkan.

Ketua Serikat Buruh Krakatau Steel Sanudin menjelaskan sejak 1 Juni 2019, 300 karyawan outsource PHK. Kebijakan itu berlanjut hingga 1 Juli 2019 dengan mem-PHK sebanyak 800 karyawan. Angka itu dilaporkan belum termasuk karyawan organik di BUMN baja tersebut.

“Kalau yang sudah dirumahkan itu hampir 300 orangan dan mungkin per 1 Juli lagi ada pabrik yang akan penambahan lagi. Kalau itu (terjadi) bisa 800-an, bisa jadi,” kata Sanudin, Rabu (26/6/2019).

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Sementara, pihak Krakatau Steel mengatakan kebijakan restrukturisasi adalah langkah pasti untuk menyelamatkan perusahaan. Emiten berkode KRAS itu diketahui terlilit utang sekitar Rp 40 triliun.

Maka langkah perusahaan perlu melakukan restrukturisasi demi menyelamatkan perusahaan agar tak tenggelam. Kebijakan restrukturisasi juga disebut bukan hanya memberhentikan karyawan tapi pembenahan internal seperti program keuangan.

“Masalah restrukturisasi itu pasti, kan judulnya restrukturisasi bukan pemberhentian,” kata Senior External Corporate Communication Krakatau Steel, Viki Fadillah.

Kebijakan pabrik pengolahan baja itu dikatakan mengambil dampak seminimal mungkin. Baik dampak sosial maupun finansial, salah satunya adalah dengan merumahkan karyawan outsource.

Pewarta: Romandhon

Related Posts

1 of 3,057