Ekonomi

Krakatau Steel Sekarat, Impor Baja dari China Meroket

Industri Baja Nasional vs Industri Baja China (Ilustrasi)
Krakatau Steel Sekarat, Impor Baja dari China Meroket. Ilustrasi Industri Baja Nasional vs Industri Baja China (Foto Ilustrasi/Istimewa)

“Alih alih berharap untung dari infrastruktur, perusahaan plat merah Krakatau Steel justru buntung”

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pembangunan infrastruktur digenjot, namun penjualan baja Krakatau Steel turun, memicu perusahaan BUMN itu kini dilanda sekarat. Sebaliknya trend impor baja dari China ke Indonesia meroket. Ini merupakan praktik unfair trade yang harus segera dihentikan.

Giatnya pembangunan infratruktur ini terlihat pada tahun anggaran 2019. Dimana anggaran belanja infrastruktur mencapai Rp 420 triliun. Angka ini meningkat sebesar 157% dari tahun 2014 yang hanya Rp 163 triliun.

Namun faktanya, mega proyek pembangunan infrastruktur itu tak mampu menyelamatkan industri baja nasional. Alih alih berharap untung dari infrastruktur, perusahaan plat merah Krakatau Steel justru buntung.

Perusahaan BUMN itu mencatat kerugian di periode berjalan mencapai Rp 884,6 miliar. Kerugian itu meningkat dibanding periode sama tahun lalu, yang hanya sekitar Rp 69 miliar.

Penyebab meningkatnya kerugian pada tahun ini disebabkan pendapatan bersih turun. Dari semula US$ 486,1 juta menjadi US$ 418,9 juta pada Kuartal I-2019.

Baca Juga:  Membanggakan di Usia 22 Tahun, BPRS Bhakti Sumekar Sumbang PAD 104,3 Miliar

Baca Juga: Krakatau Steel Sekarat, Ironi Pembangunan Infrastruktur

Di saat industri baja nasional sekarat, fenomena ganjil terjadi. Impor baja China di dalam negeri justru meroket. Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai pengimpor baja terbesar dari China di ASEAN setelah Vietnam dan Filipina.

Bayangkan, konsumsi baja Indonesia dari China selama empat bulan pertama 2015 saja sudah mencapai 1,6 juta ton. Ini ironis, mengingat Indonesia sendiri pada dasarnya merupakan salah satu negara penghasil baja terbesar dunia. Berbeda dengan Vietnam dan Filipina yang memang tidak memiliki sumber daya alam di sektor tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Hidayat Triseputro mengatakan  aktivitas ekspor baja China telah mengancam industri di negara Asean, termasuk Indonesia. Terlebih di Indonesia, impor baja dari China tidak dikenai tarif anti dumping. Lewat Batam baja asal China leluasa masuk dengan harga yang didumping.

Hidayat mengatakan perlu adanya sistem proteksi dari internal negara untuk melindungi baja di sektor hulu seperti pemberlakuan tarif perlindungan seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

“Masalahnya di hilir tidak ada proteksi sehingga bebas dan liar begitu. Tapi hulunya tolong dong anti dumpingnya dilaksanakan karena sudah ada buktinya dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Kalau anti dumping ini bisa dilakukan serentak dengan safeguard, menurut saya ideal,” tuturnya.

Dengan demikian, sebenarnya pemerintah itu berpihak kepada siapa? Apa yang dialami Krakatau Steel menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur ternyata tidak berkorelasi positif terhadap industri baja nasional. Dimana, sinergi BUMN nyatanya tidak jalan sama sekali.

Hal ini memicu Krakatau Steel terpaksa harus menempuh jalur dengan mem-PHK ribuan karyawannya karena keadaan perusahaan dilanda pailit. Mestinya hal itu tidak terjadi. Mengingat pembangunan infrastruktur dalam negeri sendiri dilakukan besar besaran.

Dengan kata lain pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah Jokowi, logikanya bisa menyelamatkan nasib Krakatau Steel. Tapi sebaliknya, mega proyek infrastruktur nasional itu justru memicu Krakatau Steel sekarat.

Pewarta: Romandhon

Related Posts

1 of 3,057