NUSANTARANEWS.CO – Disadari atau tidak, bangsa Indonesia sesungguhnya telah berhutang budi pada hasil pertembakauan nasional. Dalam sejarahnya, tembakau Indonesia khususnya kretek nusantara memberikan kontribusi besar terhadap stabilitas ekonomi.
Jika kretek sebagai produk asli tembakau tidak pernah ada, maka industri rokok nasional tidak akan tumbuh dan berkembang seperti sekarang ini. Demikian yang disampaikan kata Peneliti dari Indonesia Berdikari, Gugun El Guyani. Pada saat yang sama, industri rokok memberikan dampak yang signifikan terhadap bangsa dan negara melalui APBN dan mata rantai perekonomian lainnya baik makro maupun mikro.
Namun kini nasib pertembakauan berada dalam situasi sangat komplek. Dimana gerakan kampanye anti tembakau terus massif dilakukan oleh kelompok yang ingin merampas dan menghancurkan kepananan tradisi kretek Nusantara. Pertarungan kretek melawan rokok putih adalah bukti shahih hari ini. Pun demikian dengan keinginan masyarakat untuk mendapatkan payung hukum yang jelas terhadap pertembakauan nasional tak kunjung menemui titik temu.
Masalah pokok pertembakauan Indonesia hari ini, kata Gugun terkait erat soal kuota impor yang dibuka lebar tanpa pembatasan. Hal ini secara langsung menghantam jantung petani tembakau nasional. Selanjutnya diikuti oleh membanjirnya produk rokok yang konten impornya tinggi sehingga berdampak langsung pada penggunaan bahan lokal yang menurun drastis.
Sejauh ini, regulasi dari pemerintah belum menjawab persoalan tersebut. Malah, cenderung tidak memihak kepada kepentingan nasional, khususnya PP 81 tahun 2009 yang berdampak pada pengalihan selera rokok dan berpindahnya konsumen rokok meninggalkan kretek. Hal tersebut jelas merugikan petani tembakau sebagai supplier pokok industri kretek nasional.
Beberapa poin desakan menyeruak ke permukaan terkait kondisi pertembakauan nasional. Desakan tersebut di antaranya, meminta pemerintah segera menyusun program swasembada tembakau nasional, batasi impor tembakau (kuota impor hanya dibuka untuk memenuhi kekurangan tembakau nasional setelah seluruh hasil tembakau petani Indonesia terserap pada satu musim panen.
Pada saat yang sama pemerintah menggalakkan penanaman dan pembinaan petani tembakau nasional sampai pada target stop impor tembakau), negara melalui pemerintah pusat/daerah, harus menjadi fasilitator dalam Musyawarah Penentuan Harga Terendah, yang melibatkan petani dan pihak industri pada setiap tahun menjelang panen; naikkan biaya bea masukan hingga 40% (rendahnya biaya masuk selama ini, telah mengakibatkan tembakau luar membanjir dan mengancam kedaulatan tembakau nasional), serta mendukung RUU Pertembakauan (RUU tersebut didukung dalam rangka memberikan payung hukum yang jelas terhadap pertembakauan Nasional dengan catatan). (Litbang NNC)
Editor: Romandhon