NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Jelang pemilu serentak 2019 yang tinggal beberapa bulan lagi, Jaringan Pendidikan Rakyat untuk Pemilu (JPPR) melakukan pemantauan untuk memastikan bahwa proses penyelenggaraan Pemilu berjalan dengan baik dan demokratis. Manager Pemantauan JPPR Alwan Riantobi dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/2/2019) menjelaskan, salah satu proses yang telah dipantau beberapa hari lalu adalah tentang pengadaan logistik surat suara.
Baca Juga: KPU Cetak Surat Suara Perdana di Tiga Wilayah
Dimana lanjut dia, pengadaan logistik surat suara ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilakukan di 8 Provinsi. Dengan total 34 Perusahaan sebagai daftar perusahaan percetakan dan distribusi surat suara Pemilu tahun 2019.
“Kewenangan JPPR dalam memantau hal itu telah diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu yang termuat dalam Pasal 440 ayat (1) huruf b yang menyatakan bahwa Pemantau Pemilu mempunyai hak yaitu mengamati dan mengumpulkan informasi proses penyelenggaraan pemilu,” kata Alwan Riantobi.
Dengan demikian, lanjut dia, pengadaan logistik surat suara yang dilakukan KPU merupakan bagian dari proses penyelenggaraan pemilu yang dapat diamati dan dipantau oleh JPPR sebagai pemantau Pemilu.
JPPR melakukan pemantaun proses pencetakan logistik di lima provinsi (DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatra Utara, dan Sulawesi Uatara) dengan jumlah perusahan sebanyak 13. Perusahaan ini antara lain, untuk DKI Jakarta terdapat 5 perusahaan, Banten 1, Sulses 3, Sumatra Barat 1. Jawa Barat 3.
Aktivtas pemantauan dilakukan pada tanggal 31 Januari sampai tanggal 2 Februari 2019. Metode pemantauan tahapan logistik yang dilakukan dengan cara menurunkan langsung relawan JPPR untuk melakukan pemantauan dengan melihat dan mengakses infromasi.
Temuan Hasil Pemantauan
Hasil pemantauan pengadaan logistik surat suara tersebut yang dilakukan JPPR mendapatkan temuan-temuan sebagai berikut.
Pertama, dari proses pemantauan JPPR yang dilakukan ketika berada di lokasi perusahaan percetakan (logistik) tersebut, JPPR dipersulit mengakses informasi dan memantau kondisi percetakan logistik oleh pihak KPU dan Polisi yang berada di lokasi. Dengan alasan harus meminta izin kepada KPU sesuai dengan SOP yang digunakan KPU. Padahal, sebagai Lembaga Pemantau, perizinan wilayah kerja pemantau pemilu dilakukan oleh pemantau kepada Bawaslu sesuai Pasal 438 Undang-undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Kedua, JPPR menemukan alamat fiktif yang berada di salah satu titik lokasi perusahaan percetakan yang bernama PT. Balai Pustaka (Persero) dengan beralamat di Jalan Percetakan Negara No. 21 Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat sesuai dengan daftar nama perusahaan yang dirilis oleh KPU melalui website resminya.
Ketiga, dari semua titik pemantauan yang dilakukan JPPR, hanya 2 perusahaan percetakan logistik surat suara yang bersedia di wawancarai dengan memberikan keterangan beberapa hal yang akan diuraikan dibawah. Nama dan alamat perusahaan tersebut adalah PT. Gramedia Jakarta yang beralamat di Gedung Kompas Gramedia Jalan Palmerah Selatan, Kecamatan Palmerah Jakarta Barat dan PT. Temprint Media Grafika yang beralamat di Jalan Palmerah Barat No. 8 Kecamatan Palmerah Jakarta Barat.
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 2 perusahaan itu adalah tentang informasi kondisi dan pendistribusian surat suara yang dicetak. Dalam hal ini PT. Kompas Gramedia memberikan keterangan bahwa surat suara yang dicetak oleh pihak perusahaan tersebut sebanyak 138 juta surat suara dengan 5 jenis surat suara untuk DPR, DPRD Provinsi, DPRD kab/kota, DPD dan pasangan calon Presiden dengan presentasi 25% surat suara yang telah tercetak untuk 5 daerah yang diantaranya Aceh, Sumatra Utara, Jawabarat, DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan dengan 4% surat suara yang gagal cetak/ rusak.
Kemudian, PT. Temprint memberikan keterangan bahwa surat suara yang dicetak oleh pihak perusahaan sebayak 49 Juta surat suara dengan 5 jenis surat suara untuk 5 Provinsi dan telah dicetak dengan presentasi sebanyak 10% surat suara. Dalam keterangan yang diberikan oleh perusahaan percetakan logistik, JPPR menilai ada beberapa perbedaan antara perusahaan yang tidak didampingi oleh KPU (PT. Gramedia) dan perusahaan yang didampingi oleh KPU (PT. Temprint) saat melakukan wawancara.
Dalam hal ini PT. Gramedia sangat terbuka bahkan sampai memberikan rilis data percetakan dan PT. Temprint sangat tertutup dengan tidak memberikan informasi secara rinci, misalnya jumlah surat suara yang rusak dan daerah pendistribusian surat suara.
Keempat, dari hasil pemantauan di 13 PT, JPPR tidak menemukan adanya tim Bawaslu yang melakukan tugas pengawasan secara langsung. Ketidak hadiran Bawaslu ini menunjukan Bawaslu tidak serius dalam menjalankan tugas pengawasan pada tahapan logistik.
Analisis dan Rekomendasi
Sehingga dari hasil pemantauan JPPR di atas, ada beberapa rekomendasi yang akan diajukan JPPR kepada KPU yang diantaranya; (1) KPU harus mengedepankan asas keterbuakaan dan profesionalitas sesuai Pasal 3 Undang-undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
(2) KPU harus lebih transparan dalam merespon pemantau pemilu yang merupakan bagian dari hak pemantau sesuai Pasal 440 ayat (1) huruf b Undang-undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu untuk mengamati dan mengumpulkan informasi tentang proses penyelenggaraan Pemilu yang dalam hal ini terkait pengadaan logistiK yang dilakukan oleh KPU.
(3) KPU jangan mempersulit pemantau dengan membuat SOP perizinan yang menurut JPPR bertentangan dengan Pasal 438 Undang-undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu yang dalam hal ini Pemantau Pemilu hanya meminta izin kepada Bawaslu dalam melakukan wilayah kerja pemantauan.
(4) Untuk memastikan tidak adanya kecurangn dan upaya meningkatkan inetgritas tahapan pemilu yang berkualitas, Bawaslu harus serius dalam melakukan pengawasan untuk memastikan tahapan logistik berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pewarta: Roby Nirarta
Editor: Alya Karen