NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan uji materi atas Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-undang Nomor 12 Tahun 19995 tentang Pemasyarakatan terkait aturan pemberian remisi.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh lima terpidana kasus korupsi, yakni Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryana Karno.
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah meminta agar semua pihak menghormati putusan tersebut.
Ia juga menyatakan dengan ditolaknya permohonan uji materi tersebut, memberi harapan adanya aturan yang ketat terhadap pemberian remisi.
“Ketika MK menolak atau memutuskan terkait dengan Undang-undangnya, saya kira harapan kita semoga ini semakin memperjelas aturan tentang pengetatan remisi,” tutur Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/11).
Menurut Febri, terkait remisi sebenarnya sudah ada di pasal 34A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat pemberian remisi bagi narapidana korupsi, salah satunya adalah menjadi justice collaborator (JC) .
“Menurut kami PP 99 tersebut positif karena di sana ada pembatasan ketat remisi tindak pidana khusus termasuk korupsi. Seharusnya memang ketika hukuman dijatuhkan Majelis Hakim, maka sebaiknya semaksimal mungkin dijalani oleh terpidana kasus korupsi, kecuali memang yang bersangkutan menjadi JC (Justice Collaborator) atau syarat lain yang dipenuhi secara lebih ketat dalam PP remisi itu,” terang Febri.
Untuk diketahui, MK menolak permohonan uji materi tersebut karena mereka berpandangan bahwa hak memperoleh remisi adalah hak yang terbatas berdasarkan pasal 14 ayat 2 UU Pemasyarakatan.
Berdasarkan UU itu pula, pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur pemberian remisi. Sementara, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan merupakan upaya pemerintah untuk memperketat pemberian remisi.
Oleh sebab itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa tidak ada unsur diskriminasi dalam 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Sebelumnya, menurut para pemohon ketentuan pemberian remisi harus berlaku umum. Artinya, remisi diberikan kepada seluruh narapidana kasus apa pun, termasuk kasus korupsi.
Dalam permohonannya, para pemohon meminta MK menyatakan bahwa ketentuan Pasal 14 Ayat 1 huruf i UU Pemasyarakatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai, “remisi berlaku diskriminatif”.
Sebelumnya, menurut para pemohon ketentuan pemberian remisi harus berlaku umum. Artinya, remisi diberikan kepada seluruh narapidana kasus apa pun, termasuk kasus korupsi.
Dalam permohonannya, para pemohon meminta MK menyatakan bahwa ketentuan Pasal 14 Ayat 1 huruf i UU Pemasyarakatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai, “remisi berlaku diskriminatif”.
Jika memang pasal tersebut dianggap perlu dipertahankan, maka harus dimaknai bahwa pemberian remisi berlaku secara umum tanpa diskriminasi.
Adapun putusan lainnya, menyatakan bahwa Pasal 14 Ayat 1 huruf i UU Pemasyarakatan harus dimaknai berlaku untuk seluruh narapidana dengan syarat:
- Berkelakuan baik;
- Sudah menjalankan masa pidana sedikit-dikitnya enam bulan;
- Tidak dipidana dengan penjara seumur hidup;
- Tidak dipidana dengan hukuman mati
Sementara, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan menyebutkan bahwa seorang narapidana kasus korupsi berpeluang mendapat remisi jika menjadi justice collaborator.
Meski demikian, yang menentukan narapidana bisa menjadi justice collaborator adalah penegak hukum, dalam hal ini adalah KPK.
Reporter: Restu Fadilah
Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews