NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah mangatakan sangat prihatin dengan kasus trafficking di Indonesia. Di mana setiap tahunnya terdapat 600 hingga 800 ribu orang menjadi korban trafficking.
“Sebanyak 51 persen adalah perempuan, lalu sebanyak 21 persennya merupakan laki-laki. Sedangkan 20 persennya adalah anak perempuan. Sisanya, delapan persen adalah anak laki-laki,” ucap Ai Maryati Solihah kepada wartawan dalam rapat kerja DPR RI Komisi I, belum lama ini.
“Keprihatinan kita melihat korban trafficking di luar negeri sering kali mendapat perlakuan yang jauh dari perlindungannya, seperti penahanan di penjara, interograsi dan lain-lain,” imbuhnya.
Diakui olehnya, mereka banyak usia anak dan perempuan yang rentan terjerat trafficking. Untuk itu, besar harapan melalui ratifikasi ASEAN Convention Agains Trafficking in Person (ACTIP) mampu menangani korban trafficking ASEAN, khususnya di Indonesia. Ke depan, ungkap dia, akan memiliki sistem rujukan penanganan korban di berbagai negara tujuan sebagai langkah rehabilitatif pemerintah Indonesia.
“Tentu harapannya Indonesia akan menjadi Negara yang ramah anak dan perempuan,” katanya.
Sedangkan, 10 Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) menyatakan setuju untuk melakukan ratifikasi ACTIP. Bahkan Menurut Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddi ratifikasi ACTIP sangat urgen.
“Kami mengapresiasi sikap pemerintah untuk mendesakan konvensi ini menjadi RUU sehingga pekan depan sudah akan masuk pada agenda Paripurna DPR RI,” kata Mahfudz Siddi
Dalam kegiatan tersebut, hadir juga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ibu ,Yohana Yambise, dan Jose Tavares, Direktur Jenderal Kerja sama ASEAN Kementerian Luar Negeri.
Pewarta: Nita Nurdiani Putri
Editor: Romandhon