Setiap hari yang kita lewati sesungguhnya usia semakin bertambah, namun perlahan jatah kehidupanpun mulai berkurang, tetapi semua adalah rahasia illahi, sepandai-pandai manusia tak akan mampu untuk memprediksi dan menjangkaunya.
Oleh: Chairul Bariah
Sewaktu lahir kedunia setiap mansuia dalam keadaan telanjang dan tidak memiliki apa-apa, polos tanpa mengetahui apapun. Ayah dan bundalah yang mengenalkan kehidupan. Perlahan kita tumbuh mulai mengenal ibu, ayah dan keluarga. Mulai merangkak sampai berlari, kemudian terjun dalam masyarakat yang beraneka ragam, tinggal bagaimana kita bergaul dan memilih teman.
Secara teori kita semua adalah bersaudara, tinggal bagaiman kita memilah dan memilih orang-orang yang dapat mejadi teman atau sahabat, karena tidak semua teman dapat jadi sahabat. Kerelaan kita dalam membina persahabat sangat penting. Keikhlasan untuk menerima teman atau saudara apapun kondisinya adalah modal suatu persahabatan dan ikatan persaudaraan, namun tidak semua apa yang kita inginkan sesuai harapan.
Hal-hal yang tidak disangka justru terkadang kita dapat dari teman dekat, keluarga dekat bahkan teman tidur sekalipun, bila tidak didasari oleh saling pengertian dan menghargai perbedaan semua akan menjadi masalah besar dalam kehidupan, bahkan ada yang dengan teganya menghilangkan nyawa orang-orang yang pada dasarnya dia cintai dan sayangi. Selain dari faktor kejiwaan rata-rata penyebabnya adalah karena kurangnya komunikasi.
Berdasarkan informasi miris dari beberapa media sosial, ada ayah membunuh anaknya, ada suami membunuh istrinya, ada anak membunuh orangtuanya, ada juga anak sekolah yang tega menganiaya temannya sendiri. Semua informasi ini dengan bebas dapat dilihat oleh semua umur termasuk anak-anak, karena perkembangan teknologi menjadikan dunia ini tanpa batas, namun kita tidak dapat menyalahkan teknologi.
Hal ini terkadang menjadi ketakutan bagi orangtua untuk mengizinkan anak-anaknya bergaul dalam masyarakat. Kerasnya proteksi tehadap anak, keluarga bahkan orang-oarng terdekat bukanlah solusi. Kita perlu sedikit melonggarkan aturan dengan berkomunikasi yang baik dan bahasa yang santun, insya Allah masalah yang berat akan dapat kita selesaikan secara perlahan.
Pribahasa “mulutmu adalah harimaumu”, sesungguhnya benar adanya jika komunikasi dengan mengedepankan emosi pasti akan merusak segalanya, baik perasaan maupun fisik, namun sebaliknya dengan membangun komunikasi yang baik, bahasa yang santun akan meredam emosi, dapat memperkuat persaudaraan bahkan mampu memupuk rasa cinta dan kasih sayang.
Disamping itu sebagai pendukung harus ada saling pengertian, menghargai sesama dan rela menerima kelebihan dan kekurangn masing-masing, karena manusia tidak ada yang sempurna. Chairul Bariah,
Penulis: Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen-Aceh. [email protected]