Rubrika

Kivlan Zen, Sang Patriot Yang Menjadi Pesakitan di Era Reformasi

Kivlan Zen, Sang Patriot Yang Menjadi Pesakitan di Era Reformasi (Foto Dok. Nusantaranews)
Kivlan Zen, Sang Patriot Yang Menjadi Pesakitan di Era Reformasi (Foto Dok. Nusantaranews)
Kivlan Zen, Sang Patriot Yang Menjadi Pesakitan di Era Reformasi
Sejak remaja Kivlan telah memposisikan dirinya sebagai seorang patriot penentang Partai Komunis Indonesia (PKI)

Kivlan Zen adalah seorang patriot sejati. Darah patriot telah mengalir dalam dirinya sejak masih menjadi aktifis muda dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) pada tahun 1962. Ketika memasuki perguruan tinggi, Kivlan juga bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan.

Jelas bahwa sejak masih remaja Kivlan telah memposisikan dirinya sebagai seorang patriot penentang Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sedang berusaha bangkit setelah kegagalan mereka mendirikan Republik Soviet Indonesia di Madiun tahun 1948. Kivlan sadar bahwa untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari rong-rongan PKI hanyalah satu kata: “Lawan!”

Seperti diketahui, Republik Soviet Indonesia hanya berumur singkat. Pada 30 September 1948, pemberontakan PKI tersebut dapat dipadamkan oleh kekuatan gabungan TNI: Divisi III Pasukan Siliwangi, Divisi II Sunan Gunung Jati pimpinan Kolonel Gatot Soebroto, Divisi I pimpinan Kolonel Soengkono, serta pasukan Mobil Brigade Jatim yang dikomandoi M Yasin.

Baca Juga:  Harlah Ke-17 PK PMII Pragaan dan BNI Berbagi Kebagiaan kepada Anak Yatim di Bulan Ramadan

Namun kegagalan pemberontakan Madiun 1948, tidaklah memadamkan semangat perjuangan PKI untuk menghancurkan NKRI. Di motori tiga kader muda Aidit, Nyoto, dan Lukman – PKI berhasil meraih posisi keempat dalam pemilu 1955 – di bawah PNI, Masyumi, dan NU. Kali ini, sekali lagi PKI muncul sebagai kekuatan politik yang memiliki dukungan lebih kuat.

Dekrit presiden 5 Juli 1959 yang mendapat dukungan militer, khususnya angkatan darat, telah menjadi babak baru dalam perpolitikan Indonesia: lahirnya Demokrasi Terpimpin. Tiga kekuatan yang dilemahkan di masa demokrasi liberal secara elegan muncul sebagai kekuatan politik utama di Indonesia: Presiden Soekarno, TNI (AD), dan PKI.

Di masa inilah KAPPI, HMI dan TNI menjadi musuh utama PKI setelah kekuatan utama politik umat Islam yang diwakili oleh Masyumi dibubarkan oleh pemerintah yang berkuasa yang mendapat dukungan kuat PKI.

Sejarah kembali berulang, sekali lagi, PKI melakukan pemberontakan pada 30 September 1965 atau dikenal dengan peristiwa G30S/PKI. Sekali lagi TNI dan umat Islam berhasil menghancurkan pemberontakan tersebut. Tidak mengherankan bila kemudian banyak pihak-pihak yang ingin merusak NKRI tidak suka dengan TNI dan kekuatan solidaritas umat Islam di tanah air.

Baca Juga:  Saat Hadiri Halal Bihalal, Camat Bungkal Harap Sekdes Tingkatkan Kinerja

Tanpa perlu berteriak “NKRI Harga Mati” atau “Saya Pancasila” Kivlan terus menjaga semangat patriotnya dengan memasuki dunia militer. Mengabdikan dirinya dalam berbagai medan tempur untuk menumpas pemberontakan yang ingin merusak integritas kedaulatan NKRI.

Sejak menjadi perwira pertama (pama) Kopassus tahun 1972 hingga Kepala Staf Kostrad dengan pangkat Mayor Jenderal, Kivlan telah mengemban banyak misi operasi tempur, baik di Irian Jaya maupun di Timor Timur. Bahkan sukses mengemban misi menciptakan perdamaian di Filipina Selatan ketika menjadi Komandan Kontingen Garuda (1995-1996) di Filipina.

Tidak mengherankan bila selama karirnya di militer, Kivlan telah mengemban lebih dari 20 jabatan berbeda – yang sebagian besar berada di posisi komando tempur. Berbagai operasi militer telah dijalani, bahkan dalam pertempuran menghadapi GPK Marthen Tabu di Irian Jaya – Kivlan mengalami luka terkena ledakan granat.

Sebagai perwira karir, tahun 1982 bersama SBY, Kivlan dinominasikan pendidikan Suslapa di Fort Benning, Amerika Serikat (AS). Kariernya terus menanjak setelah mengikuti Seskoad di Bandung (1990-1993).

Baca Juga:  Jamin Kenyamanan dan Keselamatan Penumpang, Travel Gelap di Jawa Timur Perlu Ditertibkan

Namun Reformasi 1998 telah mengubah segalanya. Presiden Soeharto mundur dari jabatan. Semua orang yang dianggap dekat dengan Soeharto dan Prabowo pun disingkirkan karena adanya intrik politik pecah belah. Kivlan pun dimutasi ke Mabes TNI AD. Tak lama Kivlan pensiun dari dunia militer dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal.

Meski sudah purnawirawan, pada 2016, Kivlan diminta sebagai negosiator untuk menyelamatkan 18 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Sebagai seorang patriot, Kivlan langsung berangkat ke medan tempur. Dengan negosiasi yang piawai, tanpa uang tebusan Kivlan berhasil membebaskan para sendera.

Belakangan nama Kivlan tetap menjadi perbincangan publik, terutama dengan konsistensinya yang terus melawan kebangkitan PKI di tanah air – sebagaimana yang dilakukannya sejak masih remaja. Bahkan yang paling hangat mulai diframing adalah sebagai musuh penguasa yang ingin melakukan makar.

Kivlan hanyalah seorang patriot yang tidak ingin melihat negaranya hancur. Suara kritis dan seruan politiknya hanyalah ungkapan kecintaannya pada negara yang telah membesarkannya. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,051