Hukum

Kemiskinan Belum Tentu Akar Penyebab Terorisme

akar terorisme, penyebab terorisme, motif teroris, aksi terorisme, kemiskinan, studi terorisme, osama bin laden, anders breivik, nusantaranews
Pelaku tunggal serangan Norwegia 2011, Anders Behring Breivik. (Foto: Getty)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Salah satu asumsi yang berkembang terkait penyebab terjadinya aksi terorisme ialah kemiskinan. Asumsi ini telah menjadi bahan kajian di kalangan akademisi dan peneliti. Namun, ada banyak studi dan fakta lapangan yang justru membantah asumsi tersebut.

Asumsi kemiskinan menyebabkan terorisme ini, banyak dikemukakan oleh tokoh masyarakat dan para politisi.

Ambil contoh misalnya mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat, Jenderal Colin Powell. Pada tahun 2002 silam dia pernah menyatakan bahwa akar penyebab terorisme adalah kemiskinan dan kebodohan di mana orang-orang melihat tidak ada harapan dalam hidup mereka.

Demikian pula pernyataan dari Uskup Agung Desmond Tutu yang menyatakan bahwa, terorisme tidak bisa dikalahkan selama ada kondisi yang membuat orang putus asa. Kemiskinan, penyakit dan kebodohan.

Mengapa kemiskinan diasumsikan memiliki korelasi kuat dengan terorisme? Ide dasarnya adalah bahwa kemiskinan menyebabkan kurangnya kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Kondisi ini dikatakan dapat menyebabkan munculnya sikap ingin menyalahkan pemerintah karena kurang mampu memberikan suatu kesempatan untuk hidup layak sebagaimana orang lain. Jika dicermati, alasan tersebut cukup rasional mengapa orang melakukan tindakan kekerasan, atau menjadikan tindakan kriminal pilihan terakhir sebagai ungkapan kemarahan dan rasa frustasi.

Baca Juga:  Perlu Perda Perlindungan, Inilah Cara Tekan Kriminalisasi Guru di Jawa Timur

Gagasan hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan terorisme, terdengar tidak terlalu mengada-ada. Tapi, sekali lagi, benarkah kemiskinan benar-benar akar penyebab terorisme? Mungkin sangat penting ada kajian dalam perspektif lain.

Namun jika mengacu pada pernyataan Colin Powell dan Desmond Tutu di atas, patut kiranya dibandingkan dengan data penelitian empiris akademis.

Ada statistik dan beberapa contoh cukup kuat untuk sedikit membantah asumsi itu. Ambil contoh misalnya Osama bin Laden yang berasal dari keluarga Arab yang kaya raya. Jika diperhatikan dengan seksama, erasa aneh menghubungkan langsung antara kemiskinan dan terorisme dalam kasus Osama.

Contoh kedua ialah Umar Faraouk Abdumutallab. Ia dikenal sebagai seorang bomber Hari Natal. Dia juga pernah melakukan percobaan meledakkan sebuah pesawat dengan tujuan Detroit pada 2009 silam. Tapi, apakah Umar Farouk orang bodoh atau miskin? Dia studi di London, dan berasal dari keluarga baik-baik, keturunan Nigeria.

Kemudian contoh lain ialah Adners Behring Breivik, seorang penembak tunggal yang hampir membunuh sebanyak 80 warga di Norwegia. Atau terorisme sayap kiri, Ulrike Meinhof, salah satu tokoh kunci dari Rote Armee Fraction di era 1960-an dan 70-an. Mereka semua berasal dari keluarga baik dan berpendidikan tinggi, dan memiliki banyak kesempatan hidup.

Baca Juga:  PERATIN Sukses Angkat Advokat Baru Angkatan Ke 2

Atau Timothy McVeigh yang mengebom Oklahoma City pada 19 April 1995 yang menewaskan sedikitnya168 orang dan melukai lebih dari 600 orang. Serangan mematikan ini terjadi jauh hari sebelum serangan 11/9. Setelah diinvestigasi, motif McVeigh melakukan pengeboman ialah balas dendam atas kematian 76 orang dalam peristiwa Penyergapan Waco. McVeigh yang merupapakan veteran Perang Teluk tidak terima atas insiden di Waco yang dilakukan oleh polisi federal FBI.

Kemudian, ambil contoh lain di mana dapat dicermati negara-negara yang banyak dilanda aksi terorisme seperti Irak, Afghanistan, Pakistan, India, Rusia dan Nigeria. Atau bahkan Indonesia. Pertanyaannya, apakah negara-negara tersebut termasuk dalam kategori negara miskin menurut statistik Bank Dunia yang membuat peringkat 185 negara di dunia?

Dan sebagai pembanding, ambil contoh lagi terorisme sayap kiri pada era 1960-an dan 1970-an yang justru marak terjadi di negara-negara maju seperti Jerman, Italia dan Jepang. Ini terjadi di negara-negara kaya dan maju di dunia.

Baca Juga:  Pengacara Sunandar Yuwono Ambil Alih Perkara Tunggakan Pengembang Tenjo City Metropolis 

Jadi, bila diperhatikan lebih dalam gagasan bahwa kemiskinan menyebabkan terorisme layak dikritisi lebih jauh lagi.

Seorang peneliti terorisme James Pizza membuat sebuah kesimpulan bahwa variabel-variabel kemiskinan seperti harapan hidup yang rendah, buta huruf, rendahnya tingkat pendapatan per kapita dan kurangnya kesempatan kerja, tidak bisa dikaitkan langsung dengan terorisme. Karena tidak signifikan.

Kesimpulan Piazza diperkuat oleh Alan Krueger dan Jitka Maleckova, dua akademisi yang tidak menggunakan indikator kemiskinan pada tingkat makro, tapi lebih melihat kepada kasus-kasus individu, kehidupan individu. Mereka meneliti hubungan antara kemiskinan, pendidikan dan terorisme seperti yang diasumsikan. Fokus penelitian mereka secara khusus mendalami sayap militan Hizbullah, kelompok Islam Syiah, partai politik di Lebanon.

Terakhir, tentu saja ada kasus-kasus di mana individu termotivasi untuk menjadi terorisme karena kemiskinan. Tetapi tidak ada cukup bukti untuk mendukung gagasan bahwa kemiskinan adalah akar penyebab terorisme. (red/nn/ed)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,063