HukumKesehatanPolitik

Kaleidoskop 2016: Vaksin Palsu Bukti Negara Lalai (#2)

NUSANTARANEWS.CO – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa, menilai bahwa ada kelalaian negara terkait terkuaknya kasus vaksi palsu. Menurutnya, tak hanya Pemerintah, DPR pun harus mengakui kelalaian tersebut.

“Ada kelalaian negara, bukan hanya Pemerintah, tapi DPR juga ya. Kalau di negara lain itu hukumannya hukuman mati. Di kita itu belum ada hukuman maksimal yang dapat diberikan kepada si pelaku. Setelah ada kejaian ini lah kita baru memikirkan terkait hukumannya,” ungkap Desmond di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (28/6).

“Ke depannya harus kita pikirkan bersama terkait hukuman maksimal bagi si pelaku. Karena di China saja, jika ada kasus seperti ini akan dihukum mati. China melakukan ini karena mereka sangat memproteksi bangsanya, harusnya kita juga seperti itu ya,” sambungnya.

Di samping itu, Desmond menambahkan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga harus mendapatkan sorotan dan evaluasi terkait kasus ini. Bahkan, kalau memang BPOM itu tidak melakukan fungsinya dengan baik, maka lebih baik BPOM itu dibubarkan saja.

Baca Juga:  Wercok Anita Diduga Intervensi Penanganan Kasusnya, Alumni Lemhannas Desak Kapolres Pinrang Dicopot

14 Rumah Sakit Pemberi Vaksin Palsu

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap 14 rumah sakit pemberi vaksin palsu. Berikut daftar rumah sakit tersebut: (1) Rs dr.Sander Cikarang; (2) Bhakti Husada, Terminal Cikarang; (3) Sentral Medika, Jalan Industri Pasir Gombong; (4) Rsia Puspa Husada; (5) Karya Medika Tambun; (6) Kartika Husada, Jalan MT Haryono Bekasi; (7) Sayang Bunda, Pondok Ungu Bekasi; (8) Multazam bekasi; (9) RSIA Gizar, Villa Mutiara Cikarang; (10) Harapan Bunda. Kramat Jati Jaktim; (11) Elisabeth, Narogong, Bekasi; (12) Hosana Lippo, Cikarang; (13) Hosana Bekasi, jalan Pramuka; dan (14) Permata, Bekasi

(Baca : Keleidoskop 2016: Vaksin Palsu Gegerkan Kementerian dan DPR)

Pemerintah Harus Transparan dan Tegas Menghukum Pelaku

Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menyampaikan Pemerintah harus terbuka dan memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait isi kandungan dari vaksin palsu yang beredar. “Bersamaan dengan itu, diperlukan juga jawaban terkait tingkat bahaya dari kandungan vaksin itu bagi anak-anak yang diimunisasi,” ungkapnya, Kamis (14/7/2016).

Baca Juga:  MADN Minta Prabowo Akomodir Perwakilan Dayak di Kabinet

Selain itu, lanjut Saleh, Pemerintah diharapkan dapat membuka secara transparan nama-nama fasilitas pelayanan kesehatan yang telah memakai vaksin palsu. “Perlu juga penjelasan tambahan apakah fasilitas pelayanan kesehatan tersebut menggunakannya secara tidak sengaja atau sengaja,” ujarnya.

Tak hanya itu, Saleh mengatakan, Pemerintah harus mengungkapkan secara terbuka tentang jaringan produksi, distribusi, dan seluruh orang yang terlibat dalam peredaran vaksin tersebut.

Saleh juga menyampaikan bahwa Pemerintah harus memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku pembuat vaksin palsu. “Pemerintah diharapkan dapat memberikan jaminan atas ditegakkannya hukum secara adil kepada mereka yang terlibat dalam peredaran vaksin palsu. Dengan begitu, kasus serupa diharapkan tidak terulang lagi di masa yang akan datang,” ungkapnya.

Bareskrim Tetapkan 20 Tersangka

Investigasi terhadap para pelaku pemalsuan vaksin terus dilakukan oleh pihak berwajib. Terbukti, hingga saat ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sudah menetapkan 20 tersangka berkaitan dengan kejahatan vaksin palsu. “16 tersangka kita tahan, 4 tidak kita tahan karena ada alasan khusus, misalnya punya anak kecil,” ujar Kabareskrim Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto, di DPR, Jakarta, Kamis (14/7).

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Tegaskan Komitmennya Dalam Menyukseskan Pilkada 2024

Ari menjelaskan, dari 20 orang itu mempunyai perang masing-masing. Enam tersangka sebagai produsen dikenakan pasal 97 UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Kemudian lima orang bertindak sebagai distributor dikenakan pasal 197 UU 39 tentang Kesehatan. Dua orang dokter dan satu orang bidan juga ikut terlibat dalam kasus ini. “Kemudian ada 3 orang tersangka sebagai penjual, 2 orang pengumpul botol vaksin dan 1 orang pencetak label dan bungkus,” sambungnya.

Sebagian besar, kata Ari, berprofesi sebagai pekerja farmasi dan pemilik apotik. Dengan demikian, patut diduga mereka sudah mengetahui bahwa memang ada pemalsuan vaksin. (deni/ahmad/ach)

Related Posts

1 of 65