EkonomiPolitik

Jokowi Klaim Peserta Annual Meeting IMF-WB Biayai Sendiri, DPR: Anggaran Pemerintah Tetap Rp 855 Miliar

imf-world bank, bank dunia, pertemuan imf-world bank, nusa dua, annual meeting imf-world bank, kemanusiaan, anggaran pertemuan imf-world bank, refirizal, dpr komisi XI, bencana lombok, bencana sulteng, korban bencana, nusantaranews, nusantara, nusantara news
(Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Jokowi menyatakan peserta membiayai diri mereka sendiri untuk mengikuti dan menghadiri pertemuan tahunan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali yang dimulai 8-14 Oktober 2018.

“Hotel bayar sendiri, makan bayar sendiri,” kata Jokowi seperti dikutip lama Setkab, Senin (8/10/2018).

Namun, meski biaya hotel dan makan peserta ditanggung sendiri, tak berarti mengurangi anggaran yang mesti digelontorkan pemerintah Indonesia untuk pertemuan tahunan dua lembaga keuangan global itu.

Komisi XI DPR RI tentu tahu persis biaya yang harus dirogoh pemerintah untuk pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali.

“Saya di Komisi XI tahu persis Kemenkeu menganggarkan Rp 855 miliar,” kata Anggota DPR RI, Refrizal kepada RMOL.

Seperti diketahui, banyak pihak yang menyoroti kesediaan pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan IMF-Bank Dunia tersebut. Terlebih, baru-baru ini Indonesia tengah dnilanda duka mendalam akibat bencana alam yang menerjang wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Ribuan masyarakat di dua daerah tersebut merenggang nyawa, duka besar bagi bangsa Indonesia.

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

Refrizal mengaku Komisi XI sudah mengingatkan pemerintah untuk berhemat. Menurutnya, akan lebih tepat bila dana sebesar Rp 855 miliar tersebut dialokasikan untuk membantu masyarakat korban bencana alam ketimbang untuk memfasilitasi IMF dan Bank Dunia.

“Kita sudah sampaikan lebih baik kita berhemat. Apalagi ada saudara-saudara kita yang terkena musibah. Dana sebesar tentu sangat berarti,” kata politikus PKS ini.

Sebelumnya, pengamat ekonomi Salamuddin Daeng mengusulkan pertemuan IMF-World Bank ditunda dengan dua alasan utama.

Pertama, alasan kemanusiaan. Menurutnya, seluruh dunia tahu Indonesia sedang ditimpa bencana bertubi-tubi. Seluruh dunia juga tahu betapa respon pemerintah dalam menangani korban bencana dan dampak bencana amat sangat lamban dan kemampaun dalam menghadapi bencana sangat lemah baik dari sisi keuangan, peralatan dan tenaga manusia.

“Ribuan orang masih tertimbun dalam bumi dan reruntuhan gempa Palu. Puluhan ribu orang sedang merenggang nyawa, kekurangan obat obatan, air bersih dan makanan, menunggu uluran tangan Pemerintah. Bala bantuan yang datang tak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Bahkan untuk sesuap makanan ada yang menjarah ditengah ketakutan ditangkap aparat,” papar Salamuddin melalui keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu (6/10).

Baca Juga:  Atas Instruksi Raja Maroko, Badan Asharif Bayt Mal Al-Quds Meluncurkan Operasi Kemanusiaan di Kota Suci Jerusalem selama Ramadhan

Kedua, kondisi ekonomi Indonesia yang tengah sekarat. “Ekonomi Indonesia tengah sekarat, bunga hutang pemerintah terancam tak terbayarkan, hutang baru pemerintah sulit diperoleh dikarenakan masalah nilai tukar rupiah yang rontok. Indonesia berada satu kontingen krisis bersama Turki dan Argentina dikarenakan defisit neraca eksternal yang bersifat permanen,” terangnya.

“Seharusnya, rupiah menguat menjelang pertemuan lembaga keuangan multilateral yang paling berpengaruh ini, namun yang terjadi sebaliknya. Pelaku pasar boleh jadi tidak menganggap penting pertemuan IMF tersebut, dan tidak melihat ada hubungannya dengan mengatasi krisis keuangan Indonesia,” beber Salamuddin.

Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin (8/10) sempat menembus angka Rp 15.200 per dolar AS.

“Tentu IMF tidak mau mempertaruhkan kredibilitasnya. IMF tahu persis bahwa Indonesia tidak memiliki kemampuan keluar dari jebakan krisis dan pelemahan curency. IMF tidak mungkin mau menanggung malu. Melakukan pertemuan di sebuah negara dan di depan mata mereka negara tersebut ekonominya runtuh,” sebut peneliti AEPI.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Dia menambahkan sebetulnya dua alasan krusial tersebut cukup menjadi alasan untuk menunda pertemuan akbar di Bali. Pasalnya, annual meeting IMF-Bank Dunia menelan biaya yang tidak sedikit.

“Karena ini bukan pertemuan biasa, ini agenda akbar luar biasa. Bayangkan saja pertemuan ini akan menghadirkan sebanyak 12,000 sampai 15,000 orang, dengan 3,500 delegasi resmi dari 189 negara anggota, sekitar 1,000 media, dan lebih dari 5,000 peserta yang terdiri dari para CEO swasta, komunitas perbankan, akademisi, parlemen dan LSM. Ini pesta akbar, bukan agenda biasa!,” jelas Salamuddin.

“Mau taruh di mana muka mereka berpesta pora, menghabiskan anggaran triliunan rupiah, dilayani dayang-dayang, sementara di sebelah mereka mayat-mayat bergelimpangan, bau luka dan nanah, jerit tangis penderitaan korban gempa dan puing-puing reruntuhan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.

(gdn/wb/eda)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,153