Ekonomi

Ini Penentu Tercapainya Implementasi Pancasila Market Economy

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pancasila Market Economy (PME) dinilai penting. Hal ini diharapkan mampu membangun kesadaran baru, paradigma baru, dan sistem ekonomi baru yang hadir untuk melawan ketidakadilan ekonomi dan kesenjangan yang semakin merajalela dan menjajah keadilan sosial di Indonesia. Demikian disampaikan dr. Gamal Albinsaid dalam catatan awal tahunnya berjudul Pancasila Market Econoy: Jangan Preteli Pancasila (Sebuah Pencarian Maklmuat untuk Ekonomi yang Berkeadilan).

PME dalam perpektif Ketuhanan Yang Maha Esa, kata Pendiri Klinik Asuransi Sampah itu, dapat menghadirkan sebuah pemahaman bahwa sumber daya dipandang sebagai pemberian Tuhan yang harus dimanfaatkan untuk kehidupan orang banyak.

“PME dalam konteks Kemanusiaan yang adil dan beradab dapat kita diwujudkan dalam implementasi sistem perekonomian yang bukan hanya menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai orientasi pembangunan. Tapi memastikan besarnya dampak ekonomi pada tumbuhnya kualitas sumber daya manusia, peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan, pemenuhan-pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam konteks pemerataan, dan perkembangan masyarakat yang berkeadilan,” jelas dr. Gamal.

Lebih jauh, Peraih penghargaan HRH The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneurship First Winner 2014 menyamapikan bahwa, PME ini harus mampu mendorong tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas, beriman, bertakwa yang dihasilkan dari proses pembudayaan agama dan norma masyarakat. “PME ini juga harus membentuk masyarakat yang punya kapasitas dan berdaya saing,” ujarnya.

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

“Pada implementasi pasar PME akan mampu berperan menampilkan wajah ekonomi Indonesia yang menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kepedulian, mengutamakan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongan. PME pada konteks ini harus mampu diterjemahkan dalam konteks etika ekonomi, etika bisnis, dan orientasi ekonomi,” kata lanjut Inspirator anak muda Indonesia ini.

PME dalam perpektif Persatuan Indonesia, kata dia, adalah ekonomi harus digerakkan dengan semangat kerjasama manusia yang saling menguntungkan, menjadikan kehidupan sesama lebih baik, mempererat persatuan, dan menerapkan prinsip gotong royong. “Pancasila dalam konteks Persatuan Indonesia harus dilihat sebagai aktivitas yang menunjukkan tolong-monolong dan menanggung beban hidup dan tanggung jawab bersama-sama,” jelasnya.

Sementara PME dalam konteks kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwusyawaratan perwakilan dapat dilihat sebagai adanya sebuah tatanan, kebijakan, dan regulasi yang memberikan dukungan kepada masyarakat ekonomi lemah. PME harus membuat peraturan yang mampu mengawal dalam pembangunan pasar berkeadilan yang memberikan peluang dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat dan pelaku usaha. PME tidak boleh membiarkan adanya perselingkuhan antara pemimpin bangsa dan perwakilan rakyat dengan pengusaha-pengusaha untuk memperkaya mereka dan melakukan transaksi politik dan kebijakan.

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

“PME akan memudahkan kita melihat dan membedakan perusahaan-perusahaan mana yang punya misi pembangunan sosial dan Pancasilais. Kita juga akan mampu melihat perusahaan-perusahaan mana yang menjelma menjadi VOC gaya baru, mengambil sumber daya di Indonesia, menjajah hak-hak keadilan sosial masyarakat Indonesia, dan anti Pancasila. PME seyogyanya menjadi rujukan para pemimpin untuk mengambil kebijakan yang bijaksana dengan prinsip keberanian, keadilan, dan keberpihakan pada masyarakat ekonomi lemah. Konsep PME harus mendorong dan memberikan keberanian melawan VOC-VOC gaya baru ini,” jelasnya lagi.

Adapun PME dalam perspekif keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus dilihat pada perpektif kepemilikan aset, tanah, modal tidak boleh bertumpuk pada segelintir orang yang berakibat pada ketidakmampuan sebagian masyarakat mendapatkan hak-hak sosial dan hak-hak dasar dalam kehidupannya.

“Secara praktis, PME tidak boleh membiarkan ada orang atau sedikit masyarakat yang memiliki kekayaan yang sangat besar, namun di sisi lain ada masyarakat yang tak mampu berobat, tak mampu menyekolahkan anak-anaknya, dan tak mampu tinggal di tempat yang layak. PME tidak akan membiarkan akumulasi kekayaan yang melampaui batas pada satu atau kelompok orang dan memberikan kesengsaraan kepada sebagian besar masyarakat lain,” jelas dr. Gamal.

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

PME dalam perspekif keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sambungnya, harus mampu memastikan adanya jaminan pendidikan, kesehatan, dan terpenuhinya sandang, pangan, dan papan bagi seluruh masyarakat Indonesia. PME pada akhirnya mampu memastikan kepemilikan masyarakat terhadap sumber daya yang ada dan memastikan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan masyarakat banyak.

Tak hanya itu, dr. Gamal meyakinkan bahwa, PME diyakini mampu melawan globalisasi yang manifestasinya adalah pengalihan kekayaan alam suatu negara ke negara lain, setelah dilakukan proses produksi, produk-produk tersebut dijual kembali ke negara asal. Dengan demikian produk-produk yang seharusnya dapat diproduksi oleh jam kerja masyarakat Indonesia digantikan oleh jam kerja masyarakat negara lain. Hal ini mengakibatkan terbatasnya lapangan kerja dan peluang ekonomi masyarakat.

“Menurut Eyang Habibie, implementasi sila ke-5 dalam PME adalah memperjuangkan jam kerja bagi rakyat Indonesia sendiri. Hal tersebut dapat dicapai melalui dukungan regulasi dan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat,” kata pria yang mendapat pujian dari Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut.

Baca: Pancasila Market Economy Dinilai Mampu Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indonesia

Pewarta/Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 15