MancanegaraPolitik

India Mulai Meninggalkan Palestina dan Mendukung Israel

India mulai meninggalkan Palestina
India mulai meninggalkan Palestina dan protes warga terhadap kebijakan Modi

NUSANTARANEWS.CO – India mulai meninggalkan Palestina dan mendukung Israel. Hari ini ada kedutaan besar Israel di New Delhi. Baru-baru ini, India telah menolak dengan halus kerjasama bilateral dengan Iran dalam KTT ke-19 Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Bishkek, Kyrgyzstan. Sebelumnya, pada 6 Juni, India untuk pertama kalinya pula memberikan suara mendukung Israel di PBB dalam pertemuan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) – di mana India menolak organisasi non-pemerintah (NGO) Palestina sebagai status pengamat.

Baca: KTT ke-19 Shanghai Cooperation Organization dan Posisi Strategis Iran

Amerika Serikat (AS) tampaknya telah berhasil “meyakinkan” India bahwa Shahed adalah organisasi teroris, dan bukan seperti klaimnya sebagai NGO yang memperjuangkan hak asasi rakyat Palestina.

New Delhi kini telah memilih jalan baru dalam upaya penyelesaian masalah Palestina, bukan lagi solusi dua negara setara: Israel dan Palestina. Padahal Mahatma Gandhi sendiri telah menyuarakan keprihatinan tentang kembalinya orang-orang Yahudi ke Palestina. Dalam sebuah surat kepada filsuf Yahudi-Jerman, Martin Buber, Gandhi menanyakan mengapa orang Arab Palestina harus dievakuasi karena perang di Eropa.

Baca Juga:  Rahmawati Zainal Peroleh Suara Terbanyak Calon DPR RI Dapil Kaltara

Jawaharlal Nehru, perdana menteri pertama India, dengan tegas menolak mengakui negara Israel selama tidak ada negara Palestina seperti dalam demarkasi sejarah Palestina tahun 1948.

Gandhi memang tidak menentang gagasan tentang tanah air Yahudi. Gandhi hanya mempertanyakan mengapa Palestina, negara yang berabad-abad berpenduduk padat menjadi lokasi pilihan gerakan Zionisme.

Secara etis, solusi dua negara setara adalah satu-satunya pilihan. Tetapi godaan ekonomi dan pemenuhan “takdir” geopolitik India terlalu menarik untuk dilepaskan – terutama oleh peluang-peluang yang ditawarkan oleh AS dan Israel.

India dengan kapitalisme neo-liberal di bawah Narendra Modi yang pro-AS – mendorong India harus membuat preferensi kebijakan pro-Israel – sebagai konsekuensi logis dari kemitraan strategisnya dengan AS.

Sementara pemungutan suara dalam mendukung Israel adalah hal baru, India mengambil langkah pertama dalam arah pro-Israel di PBB pada tahun 2015. Setelah itu, New Delhi abstain dalam pemungutan suara di Dewan HAM PBB untuk resolusi kritis terhadap Israel yang membantai lebih dari seribu warga Palestina yang sebagian besar adalah anak-anak.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Bukti Pemimpin Pilhan Rakyat

India kini telah menjadi anggota aliansi yang tidak suci di mana etika dan moral tidak lagi menjadi ukuran utama. India kini lebih mengedepankan masalah ekonomi dan keamanan, apalagi Israel telah menjadi pemasok peralatan militer terbesar ketiga, setelah Rusia dan AS.

Godaan terbesar India di bawah Modi mungkin adalah menjadi “super power” di kawasan Indo-Pasifik. Di mana India merupakan bagian dari “Quad”: AS, Australia, Jepang dan India.

Baca: Konsep “Indo-Pasifik” Memang Didisain Untuk Melawan Cina

Dengan konsep artifial Indo-Pasifik ini, India menjadi aktor utama dalam menghadapi ekspansi Cina di kawasan yang merupakan saingan tradisionalnya. Padahal India merupakan bagian dari BRICS dan SCO.

Sikap kebijakan luar negeri India ini tampaknya mengikuti kebijakan Presiden Trump “America First” – di mana kebijakan pro-India menjadi prioritas tertinggi bagi kepentingan India. Landasan moral terhadap masalah Palestina sedang ditimbang dalam skala kepentingan nasional “pribadi”.

Tidak dapat dipungkiri bahwa India harus menjaga negaranya terlebih dahulu. Tetapi konsekuensi dari tindakan semacam itu tidak dapat diabaikan di PBB.

Baca Juga:  Masuk Cagub Terkuat Versi ARCI, Khofifah: Insya Allah Jatim Cettar Jilid Dua

Bagi Palestina, sikap India merupakan kerugian besar. Palestina membutuhkan dukungan dari negara-negara sahabat di PBB untuk memperjuangkan sebuah negara Palestina berdaulat yang dicuri oleh Israel.

Nilai etika dan moral tampaknya telah luntur dalam memperjuangkan kemerdekaan negara Palestina. Padahal mendukung Israel, sama artinya dengan mendukung terorisme. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,073
  • slot raffi ahmad
  • slot gacor 4d
  • sbobet88
  • robopragma
  • slot gacor malam ini
  • slot thailand