Berita UtamaOpiniTerbaru

Ibu Nita Harus Paham dan Sadar berdasarkan Adat Se Atorang Sebutan Boki, Wali Kasultanan, dan Kolano Madoru Sudah Tak Ada

Ibu Nita Harus Paham dan Sadar berdasarkan Adat Se Atorang Sebutan Boki, Wali Kasultanan Dan Kolano Madoru Sudah Tak Ada
Foto: Farida Abubakar Syah
“Sehingga bila saat ini ada pihak yang menklaim menerapkan adat se atorang namun kenyataannya ternyata merusak tatanan adat yang telah terbangun sejak turun temurun dari generasi ke generasi ini, nah perilaku yang seperti ini tidak beradab dan tidak berakhlak.”
Oleh: Farida Abubakar Syah

 

Setiap kali kita memulai pembicaraan tentang adat se atorang Kasultanan Tarnate maka, hendaklah didahului dengan memohon ampun penuh kerendahan diri serendah – rendahnya di hadapan Allah dan penuh Kerendahan hati atau tawadhu ketika duduk bersama dengan basodara ngofa se dano maupun sesama keluarga dan masyarakat adat tarnate.

Insha Allah setelah memohon ampun dengan beristighfar, seraya merendahkan diri di hadapan Allah dengan sepenuh hati, bertawadhu duduk bersama basodara ngofa se dano, serta perangkat adat kasultanan dan masyarakat adat, yakinlah Ridha Allah SWT, dan restu para leluhur tete, nene, totu, dotu, dan Jo Ou Para Sultan Alam Ma Kolano akan selalu membimbing dan menuntun kita semua pada jalan yang Allah Ridhai dan selalu berakhir dengan satu keputusan yang penuh rasa damai, kasih sayang dan kesejukan, yang sesungguhnya itu adalah barakah dan hidayah Allah.

Sodara basodara, hendaklah apa pun yang kita niatkan dan kita kerjakan itu hanya semata-semata mengharapkan Ridha Allah. Taatilah segala apa yang Allah dan Rasulullah perintah dan larang. Perintah dan larangan itu selain mengikuti tuntunan Al – Qur’an dan Al – Hadist, masyarakat adat tarnate diwajibkan juga senantiasa menjunjung tinggi dan menghormati satu prosesi adat yang diatur oleh adat se atorang yang pada hakikatnya adalah proses menghadirkan rasa yang kemudian membatasi perilaku manusia untuk tidak saling merendahkan, tidak saling menyinggung, tidak saling mengganggu dan bahkan tidak saling merampas hak, singkat kata adat se atorang ini yang selalu mengedepankan adab dan akhlak.

Sehingga bila saat ini ada pihak yang menklaim menerapkan adat se atorang namun kenyataannya ternyata merusak tatanan adat yang telah terbangun sejak turun temurun dari generasi ke generasi ini, nah perilaku yang seperti ini tidak beradab dan tidak berakhlak.

Menurut saya berdasarkan ajaran turun temurun yang saya yakini, bahwa berbicara adat itu berarti berbicara hati, artinya setiap lisan, sikap atau perilaku wajib menghadirkan rasa dan disertai rasa, ini adalah mutlak, karena adat lahir dari satu proses rasa yang kemudian menghadirkan kepekaan atau kekuatan rasa, atau istilahnya No rasa No Adat, sehingga bila ada orang berbicara adat tanpa memiliki rasa, maka itu perlu dipertanyakan. Yang bersangkutan lagi menghormati dan menjunjung tinggi adat se atorang atau sedang merusak adat se atorang.

Baca Juga:  Seorang Difable Tunarungu Ikuti Diklat Jurnalistik Warga PPWI

Hadirkan rasa mulai sejak berniat atau berpikir, berbicara dan berperilaku. Ambil contoh, apabila kita mau mengatakan sesuatu atau mau melakukan sesuatu maka harus dirasa dulu apakah kata kata saya dan perilaku atau tindakan saya akan menyebabkan orang lain tersinggung, merasa tidak nyaman, atau menyebabkan orang lain marah dan emosi, ini harus dirasa dan dipertimbangkan terlebih dahulu, sebelum berucap dan bertindak, inilah pemahaman dasar dari adat se atorang.

Terkait dengan kondisi eksisting Kasultanan Tarnate, maka secara pribadi dan atas nama keluarga dan keturunan Almarhum Jo Ngofa Abdul Muthalib Syah Bin Jo Ou Sultan Haji Muhammad Osman Syah Alam Ma Kolano, meminta dengan penuh santun dan penuh adab kepada Ibu Nita Budhi Susanti alias Nyonya Viva Yoga Mauladi untuk tidak lagi datang mengacaukan atau mengacak-acak adat se atorang kasultanan kami, saudara wajib menghormati Adat kami warisan tete, totu dan dotu – dotu kami, karena kami pun tidak akan pernah datang mengurusi adat istiadat di kampung halaman saudara di tanah jawa.

Kami sangat menghormati saudara karena biar bagaimana pun saudara pernah menjadi bagian dari keluarga kami bahkan memiliki anak dari perkawinan dengan Almarhum Sultan kami Almarhum Jo Ou Haji Mudaffar Syah semasa hidupnya.

Silahkan bila saudara mau berziarah, namun jangan melakukan hal-hal lain yang akan membuat kacau dan mempermalukan Kasultanan Tarnate dan kami semua ngofa se dano ( anak cucu Sultan ), bahkan masyarakat adat tarnate secara keseluruhan.

Karena pasti tahu, mengerti dan paham bahwa Kasultanan Tarnate sangat dihormati dan disegani oleh saudara-saudara dari karajaan dan kasultanan se-nusantara bahkan nama besar atau kabasaran Kasultanan Tarnate mendunia, untuk itu sekali lagi atas nama pribadi dan ngofa se dano meminta dengan tegas agar saudara berhenti dengan segala aktifitas yang sangat mempermalukan kami dan yang juga pasti mempermalukan diri saudara dan keluarga saudara.

Secara Hukum Adat, ketika Sultan Jo Ou Mudaffar Syah sudah wafat maka saudara sudah tidak berhak atas segala aktifitas Kasultanan Tarnate, termasuk hadir mengatas namakan atau membawa-bawa nama Kasultanan Tarnate dalam forum – forum resmi, dengan menggunakan predikat atau gelar Boki, karena sebutan itu sudah berakhir ketika saudara menikah secara sah dan tercatat pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Lebak Bulus Cilandak Jakarta Selatan, pada hari sabtu tanggal 23 Desember 2017, pukul 15.00 WIB dengan Saudara Viva Yoga Mauladi.

Baca Juga:  Bupati Laura Hadiri Sidang Senat Terbuka Wisuda Politeknik Negeri Nunukan Tahun 2024

Gelar atau Predikat Boki (isteri Sultan Tarnate) dengan sendirinya akan hilang dan tidak berhak lagi untuk menggunakannya, ketika seorang isteri sultan cerai hidup atau cerai mati dan kemudian menikah lagi dengan laki-laki – lain yang bukan Sultan Tarnate.

Kemudian terkait dengan Predikat Wali Kasultanan Tarnate, inikan sangat terkait dengan dua anak kembar yang awalnya diakui sebagai anak dari Almarhum Sultan Mudaffar Syah dan Ibu Nita, namun ternyata status anak-anak ini secara hukum bermasalah, dan oleh Putusan Pengadilan Negeri Ternate maupun Pengadilan Tinggi Maluku Utara, pada hari kamis tanggal 4 Agustus 2016, telah menvonis Ibu Nita Budhi Susanti ini bersalah dan menghukumnya dengan hukuman penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penggelapan asal usul orang“, melanggar pasal 277 ayat (1) KUHPidana, berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Maluku Utara Nomor. 12/PID/2016/PT.TTE

Nah ini artinya Ibu Nita dan semua orang yang berpihak padanya wajib memahami dengan penuh kesadaran sesadar-sadarnya, bahwa anak kembar itu bukan anak biologis atau darah dagingnya Almarhum Jo Ou Haji Mudaffar Syah dengan Ibu Nita, sehingga berdasarkan hukum negara atau hukum postif semua pengakuan yang telah dilakukan atau dinyatakan oleh Almarhum Ou Mudaffar dan ibu Nita dalam bentuk pernyataan, itu gugur dan batal demi hukum, dengan demikian istilah kolano madoru pun sesungguhnya sudah tidak ada, telah batal berdasarkan adat se atorang dan hukum negara, untuk itu kami pun tidak mungkin mempercayai hal tersebut.

Justru perasaan yang ada pada kami adalah kasihan kepada anak kembar ini karena mereka menjadi korban dieksploitasi untuk satu kerakusan dan keserakahan, contoh konkritnya asal-usul anak kembar ini dibikin menjadi tidak jelas. Dan bagimana masa depan mereka.

Dan ingat bahwa leluhur kami, tete, totu dan dotu dotu walaupun sudah di alam ruh tapi mereka justru lebih mengenal yang mana anak cucunya, darah dagingnya yang sebenar-benarnya, dan oleh karena itu Kasultanan Tarnate tetap terjaga dari segala kejahatan, termasuk kejahatan penggelapan asal usul orang, dengan terpidana Ibu Nita.

Baca Juga:  473 Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep Resmi Diwisuda, Kampus Kembangkan Kerja Sama Internasional

Dan demi Allah saya pribadi yang memiliki satu garis keturunan dengan Almarhum Ou Mudaffar yakin seyakin yakinnya bahkan haqqul yakin, bahwa pernyataan yang pernah Almarhum Ou sampaikan itu bukan sesungguhnya yang menjadi isi hati Ou Haji Mudaffar Syah ketika itu, hal ini saya berani katakan karena saya ikut merasakan apa yang Ou Haji Mudaffar rasakan, karena darah yang mengalir dalam diri Ou Mudaffar itu sama dengan darah yang mengalir dalam diri saya, karena kami satu garis lurus dari Ngofa se Dano Jo Ou Haji Muhammad Usman Syah Bin Jou Ou Muhammad Ajanhar Syah Bin Jo Ou Muhammad Arsyad Syah Bin Jo Ou Muhammad Zain, kami satu keturunan.

Sehingga terkait dengan keberadaan Sultan Hidayat, Sultan pada Kasultanan Tarnate saat ini saya pun secara pribadi maupun mewakili ngofa se dano meminta kepada ibu Nita untuk tidak perlu ikut campur dalam internal urusan keluarga ngofa se dano, karena hari ini realitanya ibu Nita adalah isteri sah dari seseorang yang bernama Viva Yoga Mauladi.

Logika berpikir seperti apa yang ibu Nita gunakan sehingga dengan status isteri orang, tetapi masih saja datang mengurusi, melakukan kegiatan pelantikan perangkat adat pada Kasultanan Almarhum Suaminya (status cerai mati).

Perihal kejahatan ibu Nita dalam penggelapan asal usul anak kembar ini perlu saya angkat dan saya suarakan sejelas-jelasnya agar semua ngofa se dano, warga masyarakat tahu dan bahkan semua pihak tahu, baik Pemerintah Kota Ternate dan Provinsi Maluku Utara, Kepolisian Polda dan Polres, Kejaksaan Tinggi dan Negeri dan Pengadula Tinggi dan Negeri, karena mengingat proses pekara ini tahun 2016-2017, sudah banyak petugas, hakim jaksa yang masih baru dan tidak mengetahui persis perkara ini dengan baik.

Demikian pemikiran ini, saya sampaikan dengan harapan kondisi Kota Tarnate tetap terjaga kondusif dan tetap erat silaturrahmi masyarakat adatnya bersama masyarakat pada umunya, dan tetap berwibawa agar tidak mudah dipecah belah oleh orang dari luar yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi atau bahkan untuk kepentingan politik orang tertentu, sehingga basis masyarakat adat dimanfaat untuk kepentingan sesaat. (*)

Penulis: Farida Abubakar Syah adalah Wakil Keluarga Kadaton Kasultanan Tarnate.

Related Posts

1 of 10