Ekonomi

Hasil Studi: Teknologi Digital Kunci Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

teknologi digital, jack ma, ekonomi inklusif, proyek alibaba, luohan academy, pertumbuhan ekonomi, nusantaranews, pertumbuhan ekonomi inklusif, revolusi teknologi, ekonomi digital
Dari kiri-kanan: Kristalina Georgieva, Chief Executive Officer World Bank; H.M. Queen Máxima of the Netherlands; Jack Ma, Executive Chairman of Alibaba; Dame Minouche Shafik, Director, London School of Economics; Chen Long, Director, Luohan Academy. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Davos, Swiss – Sebuah studi menyebutkan bahwa teknologi digital adalah kunci pertumbuhan ekonomi inklusif. Luohan Academy, institut riset terbuka yang diinisiasi oleh Alibaba Group Holding Limited (NYSE: BABA), merilis laporan pertamanya tentang hubungan antara teknologi digital dan pertumbuhan ekonomi.

Laporan ini dipaparkan pada acara World Economic Forum 2019 di Davos, yang dihadiri oleh lebih dari 100 delegasi dari kalangan pejabat pemerintah, eksekutif perusahaan, akademisi, dan kepala lembaga internasional seperti Kristalina Georgieva, CEO World Bank Jack Ma, Executive Chairman Alibaba Group, dan Chen Long, Direktur Luohan Academy.

Laporan Luohan Academy yang berjudul Digital Technology and Inclusive Growth (Teknologi Digital dan Pertumbuhan Inklusif) membuktikan mengapa teknologi digital bisa mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif secara merata dibandingkan revolusi teknologi yang pernah ada sebelumnya, bagaimana manfaat revolusi digital bisa dirasakan secara lebih merata dibandingkan revolusi teknologi yang pernah ada, dan pentingnya dukungan dan kerja sama sektor publik-privat.

Mengambil studi kasus di Tiongkok, Luohan Academy menekankan bahwa teknologi digital dapat membuka lebih banyak kesempatan ekonomi dengan cara yang tidak dimungkinkan sebelumnya.

Dalam skala makro, adopsi dan penerapan teknologi digital yang kian meluas tidak lagi tergantung pada tingkat pendapatan masyarakat dan perkembangan ekonomi.

Tiongkok adalah negara dengan mayoritas pendapatan menengah, namun berhasil menjadi pemimpin dalam industri perdagangan online dan pembayaran mobile. Dalam waktu kurang dari satu dekade, perdagangan online di Tiongkok adalah pasar terbesar di dunia, menyumbang 23% dari total penjualan global.

Di tahun 2011, pembayaran secara mobile di Tiongkok dan Amerika Serikat masing-masing adalah USD15 miliar dan USD8,1 miliar. Di tahun 2017, pembayaran secara mobile di Tiongkok bertumbuh menjadi USD 22 triliun, yaitu 100 kali lipat dari nilai di Amerika Serikat.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

Dalam skala mikro, teknologi digital memudahkan masyarakat untuk memulai bisnis, menjangkau konsumen, dan mendapatkan akses permodalan dengan lebih cepat dan mudah. Misalnya, jarak rata-rata belanja antara pembeli dan penjual di platform e-commerce Alibaba adalah 1.000 kilometer.

Sementara dengan sistem pasar tradisional, penjual dan pembeli hanya terbatas di radius beberapa kilometer. Kehadiran e-commerce juga membuka kesempatan ekonomi baru bagi pengusaha perempuan dan penyandang disabilitas. Sekitar setengah dari pemilik usaha online adalah perempuan, lebih dari jumlah pengusaha perempuan yang menjalani bisnis konvensional.

Di tahun 2016, tercatat lebih dari 160.000 toko online dikelola oleh kaum difabel di desa-desa binaan Taobao, dengan nilai penjualan mencapai RMB 12.4 juta (Rp 25 miliar). Selain itu, jutaan startup Tiongkok menikmati akses permodalan tanpa jaminan.

Beberapa hal bisa diadaptasi dari Tiongkok dalam menumbuhkan perekonomian secara lebih inklusif melalui teknologi digital dengan cara.

Pertama, menurunkan ambang batas keterampilan untuk menggunakan teknologi. Penerapan teknologi bekerja dalam dua acara, pertama untuk meningkatkan tingkat pendidikan dan keterampilan, kedua untuk menurunkan ambang atas pendidikan dan keterampilan yang diperlukan dalam menggunakan teknologi, sebab tanpa pendidikan formal khusus, keterampilan penggunaan teknologi dapat dipelajari secara otodidak.

Contohnya, warga di desa-desa binaan program Taobao (proyek Alibaba untuk membina warga desa) yang tidak memiliki pendidikan tingkat lanjutan tetap bisa berjualan melalui e-commerce, serta menerima pendapatan dua kali lipat lebih besar dari pedagang konvensional

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

Kedua, memaksimalkan potensi platform digital. Platform digital adalah platform yang memungkinkan konsumen dan produsen dari berbagai daerah untuk bertransaksi secara langsung, tanpa dihambat oleh faktor jarak atau waktu.

Platform digital juga memfasilitasi interaksi jual-beli dengan biaya rendah, efisien, dan dapat diandalkan. Dengan kata lain, platform digital mampu menciptakan ekosistem ekonomi dan sosial yang terintegrasi untuk pertumbuhan yang inklusif.

Ketiga, mempererat kerjasama pemerintah dan swasta. Karena teknologi digital terus berevolusi dan penetrasinya terjadi di negara-negara yang tidak memiliki institusi dan sumber daya manusia yang siap mengantisipasi perkembangannya, sangat penting bagi sektor publik untuk menciptakan lingkungan makro bagi sektor private untuk melakukan investasi yang diperlukan agar masyarakat dapat mengakses teknologi digital secara nyaman, aman, merata.

Keempat, mengelola dampak teknologi digital. Di era digital, terdapat berbagai kekhawatiran tentang permasalahan-permasalahan nyata dan kompleks seperti pengangguran akibat teknologi, penyalahgunaan informasi pribadi, lambatnya kehadiran kebijakan persaingan usaha, dan meningkatnya ketidaksetaraan.

Langkah pertama untuk menjawab tantangan-tantangan ini adalah untuk memisahkan fakta dari spekulasi dan kekhawatiran. Bukti di Tiongkok menunjukkan bahwa manfaat-manfaat dari akses terhadap pangsa pasar baru akan semakin terasa di negara-negara yang belum berkembang.

Executive Chairman Alibaba Group, Jack Ma dalam pengantar laporan ini menyatakan satu hal penting dari laporan ini adalah data menjadi sumber daya baru dan penting yang akan mendorong kemajuan manusia dan memiliki peran sama penting dengan minyak bumi.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Bahkan lebih penting lagi dan data tidak akan habis. Semakin banyak digunakan, maka data itu akan semakin tinggi nilainya. Di depan kita terbentang jalan yang belum pernah kita lalui sebelumnya dan hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan yang belum terjawab takni bagaimana cara menggunakan data secara tepat? Bagaimana cara melindungi privasi? Bagaimana data bisa digunakan untuk memberikan manfaat maksimal dengan efek minimum bagi umat manusia?

Jack Ma melanjutkan dengan begitu banyaknya pertanyaan, sangat mudah untuk memiliki dan terseret dengan ketakutan dan antipati. Namun kekhawatiran tidak memecahkan permasalahan.

“Kita harus mencari jawaban dan solusi. Daripada lari dari tantangan, kita memilih untuk melihat hal-hal tersebut dengan mata dan telinga terbuka serta menjelajahi berbagai dampak potensial dari data, dan melakukannya secara holistik. Di antara berbagai pertanyaan tentang data dan masa depan, bagi saya ada satu hal yang sangat jelas mesin tidak dapat dan tidak akan menggantikan manusia, karena pada akhirnya, cinta dan kebijakan manusialah yang akan membawa kita maju menyongsong masa depan,” paparnya melalui siaran pers yang diterima redaksi, Rabu (30/1/2019).

Diluncurkan di Hanghzou pada bulan Juni 2018, Louhan Academy memfokuskan diri untuk menjawab berbagai tantangan universal yang muncul dari pesatnya pertumbuhan teknologi digital.

Dengan keikusertaan 16 Pemenang Nobel dan akademisi terkemuka sebagai anggota komite, institut ini bertujuan untuk mengumpulkan para pemikir terkemuka di dunia untuk mempelajari berbagai permasalahan mendesak dari ekonomi digital dan meningkatkan riset tentang teknologi dan dampaknya pada manusia.

(gdn/wbn)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,059