
NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Tepat pada tanggal 20 Mei 2018, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang diinspirasi dari lahirnya organisasi Budi Oetomo.
Menurut ekonom konstitusi Defiyan Cori, sampai dengan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka semangat Budi Oetomo menjadi semangat bagi orang-orang pribumi untuk lebih straregis berjuang.
Baca Juga:
- Kebangkitan Nasional, Fadli Zon: Harus Hadirkan Semangat Persatuan
- Membangkitkan Kembali Spirit Nasionalisme yang Rapuh
- Jelang Kebangkitan Nasional, Indonesia Belum Tuntaskan Transisi Demokrasi
- Meneladani Semangat Bung Tomo
- Kebangkitan Nasional, Pergerakan Radikal dan Kepemimpinan Aktivis?
“Presiden Soeharto membangun perekonomian bangsa yang porak poranda melalui kebijakan pembangunan nasionsl yang dijalankannya secara terencana, bertahap dan terarah serta yang terpenting adalah pro pada rakyat banyak,” kata Defiyan melalui keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Defiyan mengatakan agaknya perlu kembali dijadikan kebijakan nasional kemungkinan untuk mengulangi keberhasilan pembangunan ekonomi di era orde baru atau prestasi terdahulunya (sucess factor) melalui konsepsi perencanaan pembangunan Indonesia yang saat itu menjalankan Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita), juga merupakan konsep yang dahulu diajukan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, almarhum Bung Karno yang dikenal dengan Perencanaan Pembangunan Semesta.
Realitas ketimpangan ekonomi
Dia menjelaskan, sesuai data dan informasi yang telah dipublikasi secara luas bahwa selama tiga tahun terakhir pemerintah telah berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 5 persen per tahun.
“Lalu bagaimana dengan isu dan permasalahan mengembalikan peran pribumi ke kancah perekonomian nasional yang telah dibangun oleh mantan presiden Soeharto sebelumnya. Namun juga ketimpangan ekonomi yang dihasilkan dengan semakin mengguritanya bisnis para taipan yang juga dibantu perkembangannya selama orde baru dan menjadi kroni pemerintahaan kala itu. Perlu konsolidasi yang lebih luas secara nasional menghadapi ketimpangan ekonomi di Indonesia,” paparnya. (red/nn)
Editor: Gendon Wibisono