Ekonomi

Harga BBM Non Subsidi Naik, FSP BUMN Bersatu: Sayonara Joko Widodo di 2019!

Ilustrasi pertugas sedang mengisi BBM di salah satu SPBU/Foto istimewa
Ilustrasi pertugas sedang mengisi BBM di salah satu SPBU/Foto istimewa

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Tanggal 10 Oktober 2018 boleh jadi akan tidak dilupakan masyarakat Indonesia. Pada hari tersebut, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM non subsidi jenis Pertamax Series dan Biosolar Non PSO. Kenaikan harga ini berlaku di seluruh Indonesia mulai pukul 11.00 WIB siang.

Kenaikan harga BBM non subsidi ini dinilai sebagai imbas dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah pada Rabu (10/10) ditutup menguat ke posisi Rp 15.200 per dolar AS dari sebelumnya di posisi Rp 15.213 per USD.

“Jadi dengan naiknya BBM non subsidi, apa yang dikatakan kangmas Joko Widodo dan mba Sri Mulyani, kalau akibat kurs rupiah yang makin melemah katanya ekonomi Indonesia aman-aman saja dan katanya pemerintah bisa menjaga inflasi dan ekonomi pada kwartal kedua masih tumbuh 5,27 persen,” kata Ketua Umum FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono, Jakarta, Rabu (10/10/2018).

“Nah setelah akhir Oktober dan setelah BBM non subsidi nNaik, dibarengi kurs rupiah yang akan menuju 16 ribuan, maka mereka sudah enggak punya alasan untuk membantah lagi karena krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap omongan mereka,” sambung Arief.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

Dia menjabarkan, secara otomatis akibat kenaikan BBM non subsidi menyebabkan harga barang dan jasa mengalami kebaikan serta biaya operasional perusahaan naik.

“Dan nilai inflasi akan liar alias akan naik tinggi dan pertumbuhan ekonomi pada akhir 2018 akan di bawah 5 persen. Serta Bank Indonesia akan kembali menaikan suku bunganya,” ujarnya.

Jika sudah begitu, kata dia, maka harus bersiap-siap terjadi kredit macet di perbankan Indonesia. “Dan siap-siap yang punya duit di bank berhati-hati karena kemungkinan bisa terjadi bank pada collapse alias BBO (bank beku operasi),” katanya.

Kedua, akan terjadi PHK besar besaran terhadap buruh karena banyak perusahaan tutup akibat tidak mampu bayar gaji, dan produk-produk mahal kurang laku.

“Nah apalagi jika terus harga minyak dunia menyentuh level 100 USD per barrel, dipastikan harga BBM tidak ada lagi yang disubsidi karena anggaran negara saja sudah defisit parah,” sebutnya.

“Akhir kata dengan naiknya harga minyak dunia juga akan berdampak pada harga gas dan batubara. Ya akhirnya berdampak harga LPG dan tarif listrik akan naik. Sayonara kangmas Joko Widodo di 2019!,” ucap politikus Partai Gerindra ini.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Pada Selasa 2 Oktober 2018, harga minyak dunia saat ini rata-rata USD 80 per barel.

(gdn/eda)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,150