Hankam

Harapan Itu Berada di ‘Pundak’ TNI

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menyitir pesan Panglima Besar Jenderal Soedirman kepada TNI dan bangsa Indonesia, Direktur Eksekutif Center Institute of Strategic Studies (CISS) M. Dahrin La Ode menjelaskan bahwa satu-satunya hak milik nasional Republik yang masih tetap utuh dan tidak berubah-ubah, meskipun harus menghadapi segala macam persoalan dan perubahan, hanya Angkatan Perang Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia/TNI).

Sementara itu, Jenderal A.H. Nasution meneruskan pesan dari Panglima Besar Jenderal Soedirman menegaskan bahwa sebenarnya menjadi suatu kewajiban kita semua untuk senantiasa mempertahankan tegaknya Proklamasi 17 Agustus 1945. Memelihara, agar satu-satunya milik Nasional Republik yang masih utuh itu tidak dapat diubah-ubah oleh keadaan apapun.

Dalam hal ini, Jenderal Soeharto membuktikan pesan kedua Jenderal Besar TNI pendahulunya itu dengan menumpas G30S/PKI/1965 yang ingin mengubah Negara Pancasila menjadi Negara Komunis. Menurut Dahrin La Ode, ketiga tokoh di atas, yakni Soedirman, A.H. Nasution, dan Soeharto merupakan Jenderal Besar berpangkat Lima Bintang yang pernah ada di TNI, sejak kelahirnnya tanggal 5 Oktober 1945 hingga tanggal 5 Oktober 2017.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Entah kapan akan menyusul Jenderal Besar yang keempat atau mungkin itu yang terakhir dalam sejarah TNI. Meskipun demikian, dirinya tak hendak mencari Jenderal Besar, melainkan hendak mengulas Konsistensi TNI.

Menyebut nama Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar A.H. Nasution, Jenderal Besar Soeharto, imajinasi yang paham, langsung menyentuh konsistensi TNI dalam menegakkan 4 Konsensus Nasional yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Konsistensi TNI sebagai Benteng Pancasila kembali diperankan oleh Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pada tanggal 30 September 2017. Peran itu melalui perintah resminya agar semua anggota TNI wajib nonton film G30S/PKI/1965 yang telah dilupakan sejak tanggal 21 Mei 1998.

Faktor penyebabnya mungkin ada pihak tertentu sengaja mengaburkan bahwa era Reformasi adalah hasil perjuangan kaum Komunisme atau generasi PKI bukan kaum Reformis di bawah advokasi Amien Rais. Ilustrasi historis singkat itu, sejarah politik Indonesia hendak pula menegur rasio normal kita bahwa “ragukan Matahari itu gumpalan api raksasa penerang semesta; ragukan Bumi itu berputar; ragukan Bintang itu jauh; namun jangan ragukan konsistensi TNI terhadap Empat Konsensus Nasional”.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

“Sampai di sini mari kita sepakati konsistensi TNI terhadap Empat Konsensus Nasional adalah aksioma,” ungkap Dahrin.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 12