Hankam

Sumpah Pribumi Indonesia Mulai Berlaku

Sekjen DPP FBN RI, M.D. La Ode (Foto Dok. NUSANTARANEWS.CO)
Sekjen DPP FBN RI, M. Dahrin La Ode. (Foto Dok. NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sekjen DPP FBN RI dan Direktur Eksekutif CISS, M. Dahrin La Ode menyatakan bahwa sumpah Pribumi mulai berlaku. Hal ini ia sampaikan melalui keterangan tertulis kepada redaksi, Senin (1/4/2019). Ia menjelaskan, kongres Boemipoetra Nusantara Indonesia dilaksanakan pada tanggal 28-31 Maret 2019 di Jakarta. Pembukaan Kongres tanggal 29 Maret 2019 dan tanggal 31 Maret 2019 dini hari berakhir dengan tiga keputusan strategis bagi Pribumi Indonesia.

Pertama, Deklarasi lahirnya lembaga/organisasi/institusi Majelis Permusyawaratan Pribumi Indonesia (MPPI) untuk menjadi alat perjuangan politik Pribumi Indonesia yakni mengemban Politik Negara. Dengan perkataan lain bukan politik partisan seperti calon presiden-calon wakil presiden, partai politik, calon anggota legislatif. Jadi tataran perjuangan MPPI berada di atas tataran politik partisan.

Kedua, disahkannya sumpah pribumi Indonesia sebanyak lima butir sebagaimana disalin sesuai teks aslinya tertera berikut ini.

Ketiga, berlakunya kembali istilah Pribumi dan Non Pribumi dan meminta kepada Pemerintah RI untuk tidak memberlakukan lagi/mencabut Inpres Nomor 26 tahun 1998 tentang larangan penggunaan istilah Pribumi dan Non Pribumi. Karena Inpres itu secara nyata dan sengaja menghapus Identitas bangsa Indonesia yakni Pribumi Indonesia sekaligus menghinanya di mata kelompok etnis Cina Indonesia (ECI) dan Cina Komunis. Kemudian Pemerintah RI secara implisit memuliakan kelompok ECI, yang benar dan nyata sebagai Non Pribumi yang tidak memiliki hak hak politik negara, sebagaimana yang dimiliki oleh Pribumi Indonesia sebagai pendiri negara; sebagai pemilik negara; sebagai penguasa negara (Trilogi Pribumisme).

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Indikator pemuliaan ECI di mata Pribumi Indonesia ialah bila Pribumi menyebut ECI/Cina/orang Cina/Pribumi disanksi hukum dengan sangkaan Sara/Rasis/Intoleran. Kasus yang masih sangat hangat di dalam ingatan kita ialah kasus yang dialami oleh Ibu Asma Dewi dan Anies Baswedan Gubernur DKI yang menyebut, “musih Pribumi di depan mata”. Ini juga dikenakan sanksi hukum dengan tuduhan Rasis.

Pribumi lebih hina di depan kelompok ECI dan Cina Komunis sejak Joko Widodo (Jokowi) berkuasa di Indonesia 4,5 tahun terakhir. Jokowi menerbitkan aturan ujaran kebencian. Satu diantara tujuan aturan itu ialah “perlindungan hukum secara subjektif kepada ECI dan Cina Komunis”. Pada mana kedua kelompok itu, adalah elemen terbenci dalam politik Nusantara dan Negara Indonesia sejak abad XIII hingga saat ini.

Aturan itu secara implisit “memerintahkan kepada Pribumi” untuk menyukai ECI dan Cina Komunis yang masih berstatus Politik terbenci di Nusantara/Indonesia. Jika Pribumi menyatakan rasa bencinya itu di media sosial atau media massa (meskipun sesuai dengan status sosial ECI dan Cina Komunis terbenci akibat keserakannya Asta Gatra Nasional), maka Pribumi Indonesia bersangkutan dituduh melakikan ujaran kebencian. Oleh karena itu, Pribumi Indonesia yang bersangkutan harus disanka melakukan ujaran kebencian selanjudnya dipidana. Kasusnya sangat banyak termasuk Bun Yani dan Ahmad Dhani.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Oleh karena itu, melalui Kongres Boemipoetra Nusantara Indonesia telah mencapai kesepakatan yang didasari kesadaran bersama bahwa musuh bersama Pribumi Indonesia dalam Asta Gatra Nasional adalah ECI dan Cina Komunis. Jadi melakukan perlawanan pikiran atau melakukan perang pikiran (the War of Witz) dan perang fisik terhadap ECI dan Cina Komunis adalah upaya Bela Negara sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945, pasal 27 ayat (3) bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” hasil amandemen Pasal 30 (1) “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara” (Asli). Dengan demikian jelas sekali bahwa di era kepemimpinan Jokowi selama, 4,5 tahun terakhir: musuh negara, musuh Pribumi Indonesia, musuh ideologi negara Pancasila dan musuh ummat Islam diberikan ibaratnya red carpet. Kebijakan politik negara Jokowi yang “sesat” seperti ini agar segera diakhiri, melalui cara kembali ke khithoh yaitu Pribumi Indonesia penguasa sah atas non Pribumi ECI dan Cina Komunis. Ini sesuai dengan paradigma politik yang senantiasa struktural. Pribumi Indonesia Penguasa; ECI dan Cina Komunis Non Pribumi harus tunduk patuh di bawah kuasa Pribumi Indonesia. Jika tidak taat maka silahkan cara negara lain atau diusir dari negara Pancasila.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Adapun Sumpah Pribumi Indonesia yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kami Pribumi Indonesia Setia kepada Pancasila dan UUD 1945 Tanggal 18 Agustus 1945.
2. Kami Pribumi Indonesia Menjaga dan Melindungi Kedaulatan NKRI dari Segala Ancaman Baik Dalam Negeri Maupun Luar Negeri.
3. Kami Pribumi Indonesia Menjunjung Tinggi Harkat dan Martabat Bangsa Indonesia di Mata Internasional.
4. Kami Pribumi Indonesia Mempertahankan Seluruh Hak Hak Rakyat Bangsa Indonesia.
5. Kami Pribumi Indonesia Melawan dengan Tegas Segala bentuk Ketidakadilan oleh Bangsa Sendiri Maupun Bangsa Lain Terhadap Pribumi Indonesia. Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Bangsa Lain dan Orang Asing dan Tidak Mentaati Sumpah Pribumi Indonesia Dikenakan Sanksi Hukum.

Disahkan oleh Kongres Boemipoetra Nusantara Indonesia, di di Jakarta, pada Tanggal 31 Maret 2019. Dan mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2019 dini hari dengan dibacakan langsung oleh pembaca Muhammad Hatta Taliwang. (*)

(rls/adn)

Editor: Romadhon

Related Posts

1 of 3,053