Politik

Gerakan Upaya Makar, Ketua LP3ES: Sepertinya Memanfaatkan Kondisi Pemerintah yang Bermasalah

Ekonom senior Prof Dr Didik J Rachbini. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Adhon)
Gerakan Upaya Makar, Ketua LP3ES Prof Dr Didik J Rachbini Sebut Sepertinya Memanfaatkan Kondisi yang Bermasalah. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Adhon)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya yang meluas menjadi gerakan upaya makar untuk memisahkan diri dari NKR dinilai memanfaatkan kondisi pemerintah yang sedang bermasalah.

Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) Prof. Didik J Rachbini dalam diskusi online yang digelar pada Rabu (28/8) kemarin.

“Gerakan makar memisahkan diri dari NKRI terus berjalan dengan kuat dan sepertinya memanfaatkan kondisi pemerintah sedang bermasalah banyak mulai dari masalah defisit perdagangan, tekanan pada rupiah, defisit BPJS, defisit APBM, dll,” ungkap Didik J Rachbini.

Didik menjelaskan, sebenarnya isu Papua kali ini lebih merupakan isu sosial politik. Dimana ada anasir-anasir yang ada di dalam dan di luar negeri melakukan serangkaian propaganda yang beruntun, jangka panjang dan cukup masif.

“Tadi pendekatan data science dan big data dari suadara Ismail Fahmi (pendiri Drone Emprit) cukup lengkap. Meskipun demikian, isu kesenjangan dan keadilan juga marupakan bagian yang memberi pengaruh terhadap keadaan Papua pada saat ini,” jelasnya.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Tegaskan Komitmennya Dalam Menyukseskan Pilkada 2024

Ia melihat dalam kasus Papua, pihak yang menggelar aksi berdemo adalah kaum terpelajar dan bersembunyi dengan indentitas mahasiswa, kelas menengah.

“Jadi ini bukan gerakan golongan bawah tetapi gerakan kelompok menengah, yang dipengaruhi oleh opini-opini media sosial, propaganda dari luar negeri dan kita tidak memberi perhatian secara detail dan cermat,” ujar Didik.

Setelah membangun infrastruktur, lanjut dia, isu Papua cenderung ditinggalkan dan dianggap selesai.

“Lalu kita pindah ke isu gagah-gagahan, isu glamour orang kaya, hebat, pindah ibu kota. Kita harus fokus ke sini karena isu pindah ibu kota tidak boleh diketok sendiri, itu adalah isu politik harus dengan undang-undang dan nenanti menjadi titik lemah politik Jokowi,” ungkapnya.

Didik menjelaskan, kaum separatis menunggu kesempatan perkelahian secara politik di pusat dan memanfaatkannya untuk referendum. “Seperti demo tadi dan rangkaian penyebaran bendera Papua (di depan Istana Negara),” tandasnya.

Pewarta: Romadhon

Related Posts

1 of 3,051