Hankam

Gagasan Pemolisian Demokrasi dan Pemolisian Masyarakat

Anggota Polri. (Foto: Dok. Polri/Istimewa)
Anggota Polri. (Foto: Dok. Polri/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kepala Kepolisian RI, Jenderal Tito Karnavian membuat konsep baru bagi Korps Bhayangkara yang dikenal dengan sebutan Pemolisian Demokrasi (Democratic Policing) dan Pemolisian Masyarakat  atau Polisi Masyarakat (Community Policing). Tito menghendaki reformasi di tubuh organisasi Polri dengan menempatkan polisi yang reformis duduk di posisi stretegis negara.

Kriteria Polisi Reformis menurut gagasan ini ialah mendahulukan kepentingan dan pelayanan publik dibandingkan kepentingan pribadi (material dan non materi). Pasalnya, problem yang dihadapi Polri selama ini selalu dicitrakan buruk di mata mastarakat, polisi mencari uang dalam bekerja dan pendapatan finansial tak wajar serta tindakan kolusi antara penyidik dan penyidik pembantu dengan tersangka, kejaksaan dan pengadilan. Dan Polri mengajuka solusi berupa sistem pelaporan harta kekayaan pribadi setiap Perwira Polisi.

Konsep Pemolisian Demokrasi dianggap dapat menjadi sarana untuk mewujudkan reformasi Polri. Di mana Polri dituntut untuk bertanggung jawab langsung kepada publik.

Gagasan Pemolisian Demokrasi berangkat dari visi mewujudkan Strive for Excellence Polri yang merupakan bagian dari Grand Strategi Polri Periode 2016-2025. Namun begitu, tugas utama Polri tetap ditekankan di mana di antaranya penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta menjaga ketertiban masyarakat. Grand Strategi Polri Periode 2005-2009 bertajuk Pemulihan Kepercayaan Publik (Trust Building) dan Periode 2010-2015 bertemakan Pengembangan Mitra Kerja (Partnership Building).

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Baca juga: Fahri Hamzah: Bahaya Apabila Semua Dilawan Pakai Polisi

Kemudian, Tito Karnavian juga menginginkan terjadinya perubahan budaya di organisasi Polri. Untuk itu, disusun program Revolusi Mental Polri yang menyangkut perubahan mind set serta akhlak, moral dan budi pekerti polisi.

Revolusi Mental Polri ini kemudian menyasar pada nilai-nilai profesionalisme polisi. Adapun profesionalisme polisi diterjemahkan menjadi fokus penindakan kejahatan, miliki pandangan objektif dan berdasarkan kenyataan (fakta), bebas dari kepentingan politik, otoritas departemen kepolisian harus sentralistik dan rasional serta aparatur keamanan negara. Muara dari profesionalisme ini Tito menginginkan Polri benar-benar menjadi lembaga independen dan menuntut Polri menjadi satu-satunya organisasi keamanan yang dipercayai untuk melindungi masyarakat.

Profesionalisme polisi yang diajukan Kapolri itu mengacu pada studi Kepolisian Inggris yakni Police Foundation dan Policy Studies: The Role and Responsibilitites of the Police (1996) di mana diklaim selalu terjadi peningkatan permintaan publik terhadap fungsi kepolisian. Poinnya, perlindungan terhadap kekayaan. Sehingga, kebutuhan pemolisian menuntut tambahan alokasi anggaran untuk kepolisian. Terbatasnya biaya operasional Polri dijadikan alasan penyebab terjadinya penyimpangan anggota di lapangan sebesar 67% untuk belanja rutin, 13% belanja barang dan 20% untuk belanja modal. Dan jumlah anggota Polri sebanyak 446.497 personel.

Landasan lainnya ialah studi US Departemen of Justice di Amerika Serikat (2003) berkaitan dengan kekerasan antara polisi terhadap warga. Muranya berujung pada peningkatkan keselamatan polisi dan membantu perkembangan atmosfir kerjasama dan sikap saling menghormati antar polisi dan masyarakat sehingga anggota Polri tidak menjadi korban di tenga-tengah kehidupan masyarakat.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Dasar selanjutnya ialah studi Ruth House (2013) yang ditulis oleh Ruth House berjudul Life as a Cop the Impacts of Policing on Police Officer: Is Policing is Lifestyle Choice? Kesimpulan yang ditarik dari studi ini ialah keinginan Kapolri Tito Karnavian menjadi polisi sebagai gaya hidup. Artinya, menjadi polisi merupakan sebuah gaya hidup, di mana budaya yang ada di kepolisian akan terinternalisasi ke dalam diri seseorang.

Tiga proses peran kerja Polri Strive for Excellence ialah Penegakan Hukum (Gakkum), Pelindungan dan Pengayoman Masyarakat (Linyomyan) serta Penjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas).

Menurut Kapolri Tito Karnavian, Polri yang paripurna (excellence) adalah tuntuan zaman. Salah satu tantangan utama Polri ke depan ialah mampu secara terus-menerus beradaptasi dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat. Sehingga, masyarakat dapat didorong untuk semakin mengharapkan kehadiran Polri yang memberikan pelayanan efektif dan efisien di tengah globalisasi kejahatan yang semakin canggih.

Sebagai catatan, gagasan pemolisian demokratis ini merupakan langkah strategis Polri dalam mereformasi kepolisian dengan menggunakan paradigma demokrasi polisi untuk mewujudkan strive for excellence Polri. Adapun 6 pilar demokrasi polisi (pemolisian demokratis) menyangkut kontrol internal institusi keamanan (kepolisian), kontrol pemerintah (eksekutif), pengawasan parlemen, judicial review dan pengawasan masyarakat sipil (civil society oversight).

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Kemudian, indikator keberhasilan reformasi Polri yang termaktub dalam gagasan pemolisian demokratis ialah Polisi dijadikan sebagai public service organization (PSO), memasang agen di tengah-tengah masyarakat, memegang askes informasi publik dan laporan pertanggung jawaban tugas polisi.

Adapun langkah-langkah strategis untuk mewujudkan pemolisian demokratis ialah dengan cara merombak total struktur kepolisian, terutama di daerah-daerah sesuai jenjang kepangkatan, menggarap aktivitas masyarakat, center of excellence lembaga pendidikan polisi, polisi menjadi penggerak revolusi mental dan pelopor tertib sosial, menguasai teknologi informasi serta pembina masyarakat.

Terakhir, gagasan Community Policing (Polmas) atau pemolisian masyarakat bertujuan untuk menegakan supremasi hukum, berikan jaminan dan perlindungan HAM, transaparansi, akuntabilitas public serta peningkatan kualitas hidup masyarakat. Jika skema dan skenario ideal tersebut dapat berjalan dengan baik, Polri menginginkan tujuan utamanya tercapai yakni menjadi soko guru demorkasi.

Editor: Eriec Dieda

Catatan redaksi: Artikel ini diolah dari sebuah makalah bertajuk Kebijakan Reformasi Kepolisian Demokratis Mewujudkan Strive for Excellence Polri karya Kombes Pol HMS Urip Widodo

Related Posts

1 of 3,049