MancanegaraPolitik

Etnis Rohingya Darurat Bantuan Politik

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sampai saat ini konflik di Myanmar terkait etnis Rohingnya masih berlanjut. Konflik yang memakan banyak korban etnis Rohingnya itu sesungguhnya telah berlangsung sejak lama.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam keterangan tertulisnya menjelaskan saat ini yang dibutuhkan masyarakat Rohingny adalah penyelesaian masalah. Yakni keseriusan pemerintah Myanmar dan negara-negara lain, khususnya Indonesia untuk ikut duduk bersama menyelesaikan krisis kemanusiaan di sana.

“Mereka cuma sekadar bersikap menunjukkan keprihatinan dan empati basa-basi dalam pergaulan diplomasi perdamaian dunia,” ungkap Dahnil, Rabu (30/8/2017).

Dirinya mengaku, sebelumnya pada 2012 lalu bersama delegasi Religion for Peace dirinya mencoba mediasi dialog dan masuk ke camp pengungsian etnis Rohingya, tapi tidak bisa. Ia juga sudah melakukan berbagai mediasi dialog dan lobi terhadap pemerintah junta militer dan pemerintah hasil pemilu tapi selalu gagal. Selain itu, misi-misi kemanusiaan seperti bantuan logistik dan kesehatan sulit menembus dan mendapat akses.

Baca Juga:  Tak Netral di Pilkada, LMP Laporkan PPDI Tulungagung Ke Bawaslu

“Jadi menurut saya yang paling dibutuhkan saat ini, oleh etnis Rohingya yang sedang dihadapkan dengan fakta pembantaian oleh militer Myanmar bukan bantuan logistik dan kesehataan. Tapi, tekanan politik dari dunia terhadap pemerintah Myanmar yang sedang melakukan pembantaian,” sambung dia.

Dalam konteks ini, PBB mestinya bisa menekan Myanmar secara Politik. Salah satunya dengan memberikan sangsi seberat-beratnya kepada para militer Myanmar yan telah melakukan pembantian etnis Rohingnya.

Menurutnya, kejahatan brutal oleh militer Myanmar sesungguhnya tak bisa lagi tolerir. Dahnil mengaku kecewa sikap diam dunia terhadap krisis kemanusian di Myanmar. Menurutnya, seolah dunia melegalkan pembantaian tersebut.

Dahnil berharap pemerintah Indonesia bisa memimpin menyampaikan sikap tegas dalam bentuk tekanan politik luar negeri. Di antaranya dengan menghimpun negara-negara yang peduli dengan tragedi kemanusiaan di Myanmar tersebut. Kemudian dengan tegas pemerintah Indonesia melakukan peringatan diplomasi yang keras terhadap Myannar.

“Misalnya dengan menarik Dubes RI dari Myanmar, dan meminta Dubes Myanmar di Indonesia untuk meninggalkan Indonesia sampai prilaku “legalisasi” pembantaian etnis Rohingya dihentikan dan menemukan jalan damai,” tegas Dahnil.

Baca Juga:  PDKN Ingatkan Presiden Prabowo Subianto Tentang Pembentukan Menteri Kabinet Menghadapi Multi Krisis Sosial Politik, Ekonomi, dan Keuangan

Dahnil menambahkan, bahkan pada taraf berikutnya Indonesia bisa meminta sidang khusus ASEAN agar mengeluarkan Myanmar dari keanggotaan ASEAN.  Serta menghimpun negara-negara yang menjunjung tinggi HAM untuk melakukan embargo terhadap Myanmar.  Memang, kata Dahnil, political diplomacy pressure seperti ini belum dilakukan oleh dunia, termasuk oleh Indonesia. “Saya menyarankan Pemerintah Indonesia menginisiasi upaya ini,” tutup Dahnil. (*)

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 20