NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kediaman Prabowo Subianto yang berada di jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta pada Jumat (12/7/2019) diserbu ratusan emak-emak. Mereka mendesak kepada Prabowo agar menolak rekonsiliasi pasca putusan MK yang memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Dalam aksi mereka, massa yang didominasi kaum perempuan itu membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan “Tolak Rekonsiliasi”. Beberapa sepanduk lainnya bertuliskan dukungan penuh kepada Prabowo-Sandi.
“Kami masih setia dan akan tetap setia pak,” bunyi tulisan yang dibentangkan seorang emak-emak saat menggelar aksi di depan kediaman Parbowo.
Sepanjang aksi, massa yang menamai diri sebagai Ikatan Keluarga Relawan (IKR) kompak menyakikan yel-yel dan sejumlah lagu perjuangan.
Baca Juga: #Rek0nsiliasiMbahmu Jadi Trending Topic Twitter
Para emak emak dalam orasinya menginginkan Prabowo dan Sandi tidak mengkhianati perjuangan para relawan yang tanpa pamrih dan penuh kegigihan selama Pilpres 2019.
“Kami masih ada pak, sembilan bulan kami berjuang, meninggalkan anak, Pak, ingat darah segar relawan pak, jangan sampai bapak merapat keseberang sana, kami masih ada bersama bapak,” ungkap salah satu massa aksi saat memberikan orasi.
Para peserta aksi ini juga menuntut agar Prabowo-Sandiaga tetap berpegang teguh untuk memilih jalan sebagai oposisi pemerintah. Mereka bersepakat untuk mengawal terus perjuangan bila keduanya memilih jadi oposisi.
“Kita bangkit dan rapatkan oposisi, kami siap oposisi, kami siap membela bapak sampai titik darah penghabisan,” sambungnya.
Mengenai wacana rekonsiliasi, sebelumnya pengamat politik Rocky Gerung (2/7) menilai tidak perlu ada rekonsiliasi pasca putusan MK. Pasalnya tidak mungkin ada rekonsiliasi terhadap dua hal yang bertolak belakang.
“Gak perlu rekonsiliasi, karena tidak mungkin ada rekonsiliasi antara minyak dengan air,” ujarnya.
Kalau begitu apa yang perlu dilakukan ke depan? Tanya Rocky Gerung. Ia menjawab, “Terima itu sebagai fakta pelajaran demokrasi,” jelasnya.
“Karena sejarah tidak selalu menulis pemenang. Sejarah yang baik adalah sejarah yang menulis kecurangan. Sejarah yang baik bukan menghafal nama nama pahlawan tapi menghapal nama nama pengkhianat. Dari situ kita belajar,” tegasnya.
Pewarta: Romandhon