NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kasus Jembatan Brawijaya Kota Kediri, Jawa Timur yang sempat mangkrak sekitar 5 tahun akhirnya menyeret mantan Walikota Kediri Syamsul Ashar. Sebelumnya, beberapa kontraktor atau pengusaha yang memenangkan proyek kasus korupsi Jembatan Brawijaya berkasnya telah dinyatakan telah P21 oleh pihak Kejati Jawa Timur. Para pemgusaha atau kontraktor tersebut adalah mantan Direktur PT Fajar Parahiyangan (FP) Moenawar, Direktur PT Surya Graha Semesta (SGS) Tjahyo Widjaja alias Ayong, dan Direktur Utama PT FP Yoyo Kartoyo.
Indonesian Club, Hartsa M mengatakan proyek yang dalam perencanaan sebelumnya merupakan program yang direncanakan dengan menggunakan satu tahun mata anggaran.
“Pada masa selanjutnya berubah menjadi program atau proyek multiyear. Perubahan menjadi multiyear ini diduga terjadi selama Juli hingga November 2010,” kata Hartsa, Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Baca juga: RS Harapan Kita Diduga Lakukan Sabotase Terhadap Manajemen Wisma Fits
Dia mengungkapkan, perubahan yang cepat diduga melibatkan para pimpinan DPRD Kota Kediri dalam sebuah usulan yang diajukan eksekutif dalam hal ini walikota kepada legislatif, dalam hal ini DPRD melalui pembahasan bersama.
“Dalam internal DPRD untuk melakukan perencanaan dan perubahan perencanaan anggaran tentu memerlukan mekanisme pembahasan internal DPRD,” paparnya.
Mekanisme yang seharusnya dibahas oleh anggota DPRD, kata dia, diduga tidak terjadi dalam pembahasan proyek Jembatan Brawijaya Kota Kediri Jawa Timur. Dugaan tersebut diindikasikan dengan terbitnya Surat yang terbit tentang Persetujuan Anggaran Proyek Multiyear dari pimpinan DPRD Kota Kediri yang diikuti 11 hari kemudian terbit surat tentang Penetapan Pemenang Lelang Pekerjaan Pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri tahun jamak.
Jika mantan Walikota Kediri sudah menjadi tersangka beserta para kontraktor pelaksananya, Polisi atau Kejaksaan harus segera mengusut perubahan rencana anggaran dari satu tahun mata anggaran menjadi multiyears, kata Hartsa.
“Pimpinan DPRD saat itu diketua oleh W Reny Permana dan wakil ketua DPRD Nuruddin Hasan,” terangnya.
Dari perjalanan perubahan anggaran tersebut, seharusnya sudah dapat menjadi pintu masuk untuk mengungkap dugaan aktor-aktor yang diduga berada dibelakang lolosnya pembahasan proyek Jembatan Brawijaya Kota Kediri menjadi Multiyears.
“Sebagai walikota yang sudah menjadi tersangka bersama dengan beberapa nama kontraktor yang terlibat dalam patgulipat anggaran dalam proyek tersebut, tidak salah bila dibuka kepada publik proses pembahasan perubahan dari satu tahun mata anggaran menjadi multiyears di dalam DPRD Kota Kediri,” paparnya.
Mantan Wakil Ketua DPRD Kediri, Nuruddin Hasan yang juga mencalonkan diri kembali menjadi anggota DPRD Kota Kediri beberapa waktu lalu tersangkut sebuah persoalan bagi-bagi uang. Meski dalam sidang Bawaslu hal tersebut tidak menjadi sebuah pelanggaran serius, perlu ditilik dugaan motif pembagian uang tersebut. Karena masyarakat tidak menginginkan bila dana yang diberikan kepada masyarakat dalam berbagai bentuk merupakan dugaan hasil uang korupsi.
“Hal ini akan terus mencederai demokrasi bila menjadi sebuah preseden yang tumbuh di masyarakat. Begitu juga W Reny Permana yang saat itu menjadi ketua DPRD Kota Kediri harus ikut diperiksa untuk mengetahui alur korupsi kasus Jembatan Brawijaya Kota Kediri guna membongkar aktor-aktor yang terlibat di belakangnya,” sebutnya.
“Sebagai masyarakat umum, kita sangat prihatin melihat maraknya korupsi yang terjadi diberbagai daerah,” sambung Hartsa.
Dia menambahkan, korupsi yang dilakukan kepala daerah disinyalir melibatkan berbagai perangkat pemerintahan daerah secara jamak. Bila hal ini terus dibiarkan, lanjutnya, maka akan menjadi sebuah preseden buruk bagi pemerintahan Joko Widodo dan khususnya Indonesia di mata dunia dalam penegakan hukum.
“Ketidakpercayaan publik dan internasional akan dapat menciptakan asumsi ketidakpastian hukum oleh pemerintah Indonesia disaat bangsa ini sedang memoles wajah Indonesia untuk tetap menjadi negara yang menjunjung tinggi hukum,” pungkasnya.
(eda)
Editor: Eriec Dieda