Mancanegara

Drone Kini Menjadi Penempur Paling Mematikan Dalam Perang di Libya

Drone Kini Menjadi Penempur Paling Mematikan. Foto: savunmasanayist.com

NUSANTARANEWS.CO – Drone kini menjadi penempur paling mematikan dalam perang saudara di Libya. Beberapa minggu terakhir, perang saudara dengan pengerahan pesawat tanpa awak semakin meningkat di Libya. Drone telah menjadi senjata utama kedua belah pihak yang bertikai karena lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan menggunakan jet tempur berawak yang jumlahnya pun tidak banyak. Sehingga pertempuran kedua belah tampaknya kini semakin berimbang, tidak ada pihak yang lebih unggul atas yang lain untuk saat ini.

Menurut Al-Monitor empat pesawat tanpa awak Bayraktar buatan Turki pertama tiba di Tripoli pada 18 Mei beserta dua stasiun pemantauan dan operatornya. Misi pertama drone Turki dalam pertempuran di Libya adalah pada 1 Juni, ketika LNA menembak jatuh sebuah drone Turki di Gharyan, kota di selatan Tripoli.

Pada 6 Juni, pasukan Haftar mengklaim berhasil menghancurkan 2 Bayraktar TB2 dan melukai 2 operator Turki dalam serangan di bandara Mitiga. Lalu sebuah lagi di bandara yang sama pada 30 Juni.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

Pemerintah Turki yang berkomitmen tetap mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), yang berbasis di Tripoli di bawah pimpinan Fayez Sarraj, kemudian kembali memasok 8 drone Bayraktar TB2 pada awal Juli dengan mengunakan pesawat Ukraina ke Tarabulus dan Misrata.

Pengiriman ini telah meningkatkan intensitas serangan LNA terhadap bandara Misrata. Pada 6 Agustus, 2 pesawat angkut Ilyushin Il-76 TD dibom oleh drone pasukan Haftar di pangkalan udara Misrata ketika baru saja tiba dari Ankara yang diduga membawa amunisi untuk GNA.

Meski begitu, pasokan drone Turki, kendaraan lapis baja dan dukungan intelijen telah menjadi elemen penting dalam memulihkan kekuatan GNA sejak akhir Juni. Presiden Erdogan bahkan secara terbuka mengumumkan bahwa Turki mendukung secara militer pemerintah rekonsiliasi nasional meski ada embargo senjata oleh PBB terhadap Libya.

“Kami memiliki perjanjian kerja sama militer dengan Libya dan kami memberi mereka apa yang mereka minta jika mereka membayarnya,” kata presiden Turki itu kepada wartawan pada 20 Juni.

Baca Juga:  Keluarnya Zaluzhny dari Jabatannya Bisa Menjadi Ancaman Bagi Zelensky

Di banding dengan Bayraktar TB2 Turki, Emirati Wing Loong II buatan Cina memiliki keunggulan jangkauan yang lebih jauh karena menggunakan satelit, sementara Bayraktar hanya menggunakan antena ground relay.

Namun Turki tampaknya tidak ingin membiarkan supremasi udara paukan Haftar yang didukung oleh UEA. Turki mungkin akan memasok GNA dengan drone TAI Anka-S MALE (Medium Altitude Long Endurance) yang lebih besar. Anka-S, mirip Wing Loong II, juga menyerupai drone Predator Amerika Serikat (AS) MQ1A.

Drone kini menjadi primadona dalam perang di Libya, terutama karena biaya operasional yang rendah tapi efektif. Namun kelemahan UEA dan Mesir adalah mereka harus mendapatkan drone dari pihak ketiga, Cina. Sedangkan Turki memproduksi dronenya sendiri sehingga tidak berisiko terputus rantai pasokannya. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,050