Hankam

Dorongan Proses Hukum Aksi Protes di Manokwari Dikhawatirkan Berujung Kriminalisasi Warga Papua

Kantor DPRD Papua Barat dibakar massa aksi di Manokwari. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Iswtimewa)
Kantor DPRD Papua Barat dibakar massa aksi di Manokwari. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Iswtimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aktivis Kemanusiaan, Natalius Pigai meminta pemerintah tidak menyalahgunakan otoritas negara untuk menjastifikasi tindakan rasisme dengan mengkriminalisasi warga Papua yang kemarin menggelar aksi protes di Manokwari, Sorong, Jayapura dan seluruh penjuru Papua lainnya. Pasalnya, rasisme merupakan tindakan yang menyerang dan merendahkan martabat individu.

“Saya meminta saudara negara tidak menyalagunakan otoritas negara untuk menjastifikasi tindakan rasisme dengan kriminalisasi terhadap rakyat Papua yang protes baik di Manokwari, Sorong, Jayapura dan hampir semua penjuru Propinsi Papua dan Papua Barat,” kata Pigai melalui keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Menurutnya, dorongan untuk memproses secara hukum terhadap aksi protes akan bermuara pada kriminalisasi dan ketidakadilan.

“Pemerintah mendorong proses hukum terhadap rakyat Papua, maka sudah dipastikan kriminalisasi dan ketidakadilan,” tegasnya.

Mantan Komisioner Komnas HAM ini menuturkan, kecenderungan dewasa ini desain politik menguntungkan satu suku dan tercipta kultus budaya dan suku yang terkesan haus akan kekuasaan.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

“Kecenderungan hari ini adalah desain politik menguntungkan satu suku dan tercipta kultus budaya dan suku, semakin haus akan kekuasaan, makin rakus dan sombong sehingga merendahkan harkat dan martabat suku-suku lain sebagaimana terjadi pada hari ini,” imbuh Pigai.

“Tindàkan rasialisme itu tindakan yang menyerang dan merendahkan martabat setiap individu. Karena itu ketika orang Papua dikatakan monyet dan gorila, tentu memancing reaksi individu yang ras, warna kulit dan etno biologis yang sama sebagai bangsa Papua Melanesia. Karena itulah tindakan perlawanan atau anti rasial muncul secara spontanitas oleh setiap individu di Papua,” papar pria kelahiran Paniai, Papua 44 tahun silam itu.

Dalam konteks sosiologi konflik, tambah dia, rasialisme muncul sebagai isu yang timbul tenggelam (recurent issues). Di Negara lain, perlawanan terhadap rasialisme, senophobia dan anti semistik adalah perang tanpa titik akhir (infinity war).

“Itu yang harus dicamkan,” tegasnya. (eda/ed)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,054