NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Peraturan Menteri (Permen) ESDM no.50 tahun 2017 bukan alasan terhambatnya pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT (Energi Baru Terbarukan) di Indonesia. Sebab, antara Permen dengan terhambatnya pembangunan proyek EBT dinilai sebagai dua hal yang berbeda.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana dalam tanggapannya terhadap tudingan regulasi sebagai penyebab terhambatnya proses pembangunan berbagai proyek EBT di seluruh Indonesia. Tudingan tersebut bermuara dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap 142 proyek EBT senilai Rp. 1,17 triliun yang terhambat pembangunannya.
“Permen merupakan panduan untuk proyek-proyek yang didanai oleh swasta sedangkan terhambatnya proyek EBT karena berbagai faktor, salah satunya adalah lamanya serah terima ke Pemda,” ungkap Rida dalam pernyataannya di Jakarta, Senin (18/12/2017).
Rida mengatakan, Permen ESDM No.50 tahun 2017 adalah hasil revisi dari Permen No. 12 tahun 2017 tentang aturan pemanfaatan sumber EBT untuk penyediaan tenaga listrik. Perubahan ini dilatarbelakangi upaya mewujudkan iklim usaha yang lebih baik dengan menyeimbangkan kepentingan terhadap investor dan juga mengusahakan harga listrik yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat.
“Pemerintah sangat terbuka masukan dari pelaku industri. Namun, kembali saya tegaskan, pemerintah selalu menempatkan masyarakat sebagai pertimbangan utama saat menyusun suatu kebijakan,” tutur Rida.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan lamanya serah terima, lanjutnya, lantaran pihak Pemda menunggu adanya dana hibah agar dapat mengelola infrastruktur pembangkit listrik dan kendala administratif.
“Setelah Pemda mengusulkan, kami langsung menyiapkan infrastrukturnya. Tapi kenyataannya, banyak yang masih menunggu dana hibah sehingga menghambat proses serah terima,” tegas Rida.
Pewarta/Editor: Achmad S.