NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Diksi ‘hajar’ yang diucapkan Joko Widodo dalam pidato bertajuk Visi Indonesia beberapa waktu lalu dinilai sikap otoriter rezim Jokowi.
Diksi tersebut sempat terucap dari Jokowi saat menyampaikan poin ketiga pidatonya. “Kita harus mengundang investasi yang seluas-luasnya dalam rangka membuka lapangan pekerjaan. Jangan ada yang alergi terhadap investasi. Dengan cara inilah lapangan pekerjaan akan terbuka sebesar-besarnya. Oleh sebab itu, yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas, baik perizinan yang lambat, berbelit-belit, apalagi ada punglinya! Hati-hati, ke depan saya pastikan akan saya kejar, saya kontrol, saya cek, dan saya hajar kalau diperlukan. Tidak ada lagi hambatan-hambatan investasi karena ini adalah kunci pembuka lapangan pekerjaan,” bunyi isi pidato tersebut.
Tak hanya itu, pada poin keempat Jokowi juga mengancam akan membubarkan lembaga negara yang dianggapnya tidak bermanfaat. Ini terkait program reformasi birokrasi.
“Kalau ada lembaga-lembaga yang tidak bermanfaat dan bermasalah, saya pastikan, saya bubarkan!,” tegasnya.
Diksi ‘hajar’ dan ‘bubarkan’ ini dipandang kurang baik disampaikan oleh seorang presiden.
“Soal diksi hajar ini menunjukan sikap otoriter rezim Jokowi. Pemerintah Jokowi menjadikan dirinya sebagai penjaga modal. Hampir sama dengan Orde Baru, hanya berbeda diksi saja,” kata pengamat politik, Bin Firman Tresnadi kepada redaksi, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
“Jika Orde Baru gunakan diksi gebuk, pemerintah Jokowi menggunakan kata hajar. Wajar saja jika banyak menilai bahwa pemerintah Jokowi mengajak bangsa ini mundur kembali ke zaman Orde Baru,” lanjutnya.
Menurut Bin Firman, kata hajar yang digunakan Jokowi menurut pemerintah hanya untuk birokrasi yang menghambat investasi. Namun, yang akan terjadi tidak akan demikian.
“Kata hajar pasti akan digunakan kepada rakyat yang menolak investasi seperti yang terjadi selama ini,” sebutnya. (eda)
Editor: Eriec Dieda